tag:blogger.com,1999:blog-25053018636208470702024-03-13T10:34:15.153+07:00Wonderful NoseCecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-57708424013486667242011-05-27T22:00:00.000+07:002011-05-27T21:48:03.474+07:00Dari Asongan ke Gedongan (Inspiring True Story)<div style="font-family:Arial; text-align:justify;"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 30%; height:auto;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhToKMS0X-0CaS0yOhznP0TqyuYfCR1W19GREZSKIrVk_F7SPHJ2y0tzIpF-CgGACFyxHahrgsSt8uofLKkIcKxgq3p_oZga4zE7BNLAMJCQKFR-MRdsxpSGMxV5UbuvghC6jAw1puSn80H/s200/bw0008.jpg" border="0" alt="" />Subuh yang menggigil masih menyisakan embun semalam nampak masih bergelayutan di sela-sela gerobak pasar, di celah-celah daun singkong dan sayur mayur yang ditebarkan di pinggir hingga sebahu jalan, bau khas sampah yang menyengat seakan khas aroma pasar pelita sukabumi, mungkin juga semua pasar di kota-kota lainnya, lelaki muda itu jalan berjingkit – jingkit kadang sedikit melompat menghindari jebakan kubangan comberan pada jalan aspal berlobang. Aspal berlobang kian bertebaran akh, ..... siapa sih yang senang menanam lele jumbo di sini, ehm, kayaknya ada yang kerjasama nih sama perikanan, pikirnya nyeleneh. Kedua telapak tangannya kembali ditempelkan di kedua belah pipinya melawan dinginnya udara subuh.<br />Di ketika subuh dingin yang berulangkali, lelaki muda itu kembali berusaha menjajakan dagangannya, sambil sesekali mengatupkan bibir dan giginya karena dingin yang demikian menggigit. Kotak dagangan rokok yang selalu dibawa dia tutupi dengan sehelai plastik karena khawatir kelembaban udara subuh akan merusak barang dagangannya, sesekali dia menyapa dan disapa pedagang sayur di sekitarnya.<br />“dingin sekali ya pa?” sapanya<a name='more'></a><br />”ya, tapi jangan dipikirin, nikmati saja, biasakan saja, lama-lama juga nanti hangat, matahari bentar lagi juga muncul, kalau ga begini mana dapat duit”. Lelaki muda itu mengangguk setuju. “coba roko jarumnya sebatang ngutang dulu, ntar jam tujuhan kubayar”<br />“ko, jam tujuhan sih pak?” lelaki muda itu heran<br />“lha iya, jualan bapak kan biasanya jam tujuhan juga dah habis”<br />“kalau ga habis?” tanya lelaki muda itu penasaran<br />“ya Insya Allah habis, kalau nggak, ya nggak bisa pulang, anak istri mau dikasih makan apa. Tapi yakin dong, kalau mau usaha, pasti Tuhan kasih kita rejeqi, yang penting mau ga usahanya, sebenarnya ya nak, rejeqi buat kita itu sudah Tuhan kasih, sudah Tuhan sebarkan di bumi ini, bahkan sejak kita dalam kandungan ........, cuma kita tidak tahu bagaimana, dimana dan kapan, makanya...... ya silahkan bu, daun singkongnya seger-seger bu.” Ucapan si Bapak terpotong ketika seorang ibu-ibu menyibakkan ikatan kangkung jualannya. Lelaki muda itu merenung mengingat ucapan yang baru saja meluncur fasih dan lancar dari mulut tukang sayur, ...... sebenarnya ya nak, rejeqi buat kita itu sudah tuhan kasih, sudah tuhan sebarkan di bumi ini, sejak kita dalam kandungan ........, cuma kita tidak tahu bagaimana, dimana dan kapan......”, sekarang ucapan si Bapak terbukti, ketika seorang ibu memborong sayurannya. ...... Ehm, benar sekali rejeki itu akan datang bila dicari, bukan dinanti.<br />Kata-kata itu terus terngiang, masuk ke digital otak kelabunya, menembus jauh ke relung nurani keyakinanya serta menyibakkan sebuah kesadaran baru, apapun yang kita usahakan pasti akan membuahkan hasil, ternyata tuhan itu ada.<br />Dari kotak rokok jualanya, dari becak yang pernah dikayuhnya, dari aneka trotoar yang pernah ditidurinya dan dari kios kayu yang pernah dihuninya serta dari sekian subuh yang telah dilewati juga dingin yang kerap menggigili kulitnya, sejuta kasih sayang tuhan telah dia dapatkan melalui cobaan demi cobaan.<br />Duapuluhtiga tahun lewat sudah, aku pandang lelaki itu, wajah dewasa dengan sedikit guratan ketuaan, matanya tajam dan sedikit kerutan tanda kelelahan mengarungi kehidupan selama ini, helaan nafasnya mencerminkan kedewasaan seorang lelaki yang ditempa oleh sekian ribu kali subuh yang dilaluinya, tidak suka memanjakan hidup, karena hidup nanti akan menyakitinya, begitu prinsip hidupnya.<br />Dari berbagai profesi yang berulangkali dia geluti, kini dia meyakini bahwa apa yang dulu pernah dia dapatkan dari tukang sayur benar, bahwa kesempatan menjemput rejeki itu kitalah yang menciptakan, peluang-peluang dan kafasitas yang tuhan berikan harus dicari bukan dinanti.<br />Lelaki muda ini kini telah berubah perlahan tapi pasti, dengan gelar haji yang disandangnya, satu isteri dan 3 orang putra telah sukses secara material dan spiritual, kini memiliki 2 toko sembako yang cukup ternama di kotanya juga 2 buah kendaraan operasionalnya.<br />selamat !! semoga tetap mampu menjaga irama kehidupan yang selalu Allah ridloi, amin.<br />Tulisan ini buat sahabat kecilku.<br /><br />Bogor, Mei 2011</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-48930130516271637982011-05-27T21:50:00.001+07:002011-05-27T21:40:29.286+07:00Mama Ajeungan Ahmad Sanusi<div style="font-family:Arial; text-align:justify;"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width:58px; height:61px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNDuDdGEkl6ydM0n0G87cJTwawhFFt1KtcTKErOuGmyJL2YpkmJFwjLPXUDkq3LC973dXi8BhuyheZ-KPCW1Knx6e6cRDv7hsdWl-y3A6LGFQeq5OUS5CxSluS3aF2QVSEq81o6Y9FS5qV/s1600/a+sanusi.png" border="0" alt="" />Sosok Ajengan<br />KH. Ahmad Sanusi<br /><br /><br /><br />Asal Kelahiran<br />Dilahirkan pada tanggal 3 Muharam 1036 H (18 September 1889). Ibunya bernama Empok, ayahnya, Haji Abdurrahim bin Haji Yasin, seorang tokoh masyarakat dan kyai Pesantren Cantayan, Desa Cantayan Kecamatan Cikembar, Kawedanaan Cibadak, Kabupaten Sukabumi.<br /><br />Perjalanan Intelektual<br />Mula-mula mendapat pelajaran dan pendidikan langsung dari ayahnya. Setelah cukup dewasa, kemudian disuruh belajar di berbagai pesantren yang ada di daerah Sukabumi, daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Beliau menimba ilmu di berbagai Kyai terkenal pada waktu itu, antara lain:<a name='more'></a><br /><br />Perjalanan Intelektual<br />Mula-mula mendapat pelajaran dan pendidikan langsung dari ayahnya. Setelah cukup dewasa, kemudian disuruh belajar di berbagai pesantren yang ada di daerah Sukabumi, daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Beliau menimba ilmu di berbagai Kyai terkenal pada waktu itu, antara lain:<br />1. KH. Muhammad Anwar, pengasuh Pesantren Selajambe, Cisaat Sukabumi,<br />2. KH. Muhammad Siddik, pengasuh pesantren Sukamantri, Cisaat Sukabumi,<br />3. KH. Djenal Arif, Sukaraja, Sukabumi.<br />4. Berguru pada kyai dari pesantren Cilaku dan Ciajag, Kabupaten Cianjur,<br />5. KH. Su’jai, pengasuh Pesantren Gudang, Tasikmalaya,<br />6. Berguru pada KH. Ahmad Satibi di Pesantren Gentur Cianjur, selama 3 bulan<br />7. Setelah itu, iapun pada tahun 1909 pergi ke Mekkah, disamping melaksanakan ibadah haji, beliaupun berguru kepada beberapa ulama lokal dan pendatang, antara lain: H. Muhammad Junaedi, H. Mukhtar, H. Abdullah Jamawi, Syaikh Saleh Bafadil dan Said Jawani, seorang mufti dari madzhab Syafi’i.<br /><br />Bersentuhan dengan Organisasi Politik<br />Selama berada di Mekkah, beliau mulai berkenalan dengan masalah politik. Diawali perjumpaannya dengan H. Abdul Muluk dan diajaknya untuk terlibat dalam SI (Sarekat Islam), beliaupun bergabung. Pada tahun 1915, sepulang dari Mekah, selain membantu ayahnya mengajar pada santri di pesantren Cantayan, iapun diminta oleh H. Sirod, Presiden SI lokal Sukabumi untuk menjadi Adviseur (Penasihat) SI. Permohonan ini disanggupi dengan mengajukan beberapa syarat antara lain: Para anggota SI diminta meningkatkan kualitas ilmu keislaman, meningkatkan kesejahteraan para anggota di bidang ekonomi melalui perdagangan melalui pinjaman modal yang diambil dari iuran anggota lokal. Artinya iuran tersebut tidak seluruhnya disetorkan ke pengurus pusat, namun sebagian dikelola oleh pengurus lokal untuk kesejahteraan anggota. Namun ternyata persyaratan ini tidak seluruhnya dipenuhi oleh pengurus SI, akhirnya iapun keluar. Walaupun demikian, ia masih sering berhubungan dengan pengurus SI dan diundang di berbagai kegiatan SI.<br /><br />Terlibat dalam Masalah Keislaman dan Keumatan<br />KH. Ahmad Sanusi termasuk kelompok Islam tradisional yang mengikut faham madzhab Syafi’i. Dalam persolaan keislaman dan keumatan, iapun terlibat konfrontasi dan debat dengan para kyai dari pakauman, yaitu kelompok kyai yang ditunjuk pemeritahan Belanda untuk mengurus masalah keislaman dan keumatan, sekaligus dengan para pejabat pemerintahan pada waktu, antara lain dalam masalah:<br /><br />1. Zakat dan Fitroh. Menurutnya, pengumpulan zakat dan fitroh oleh para lebe atau amil dari pakauman, yang kemudian disetorkan kepada naib dan seterusnya kepada Hoofd Penghulu di Kabupaten adalah salah kaprah. Masalah zakat dan fitroh adalah urusan umat Islam, bukan urusan pemerintah. Oleh karenanya, zakat dan fitroh tidak perlu diserahkan kepada pemerintah, tapi dikumpulkan kepada amil yang ditunjuk masyarakat, untuk seterusnya dibagikan kepada mustahik. Fatwa ini, tentu saja mendapat respons dan dukungan masyarakat. Terbukti, semakin banyak masyarakat yang menolak zakat dan fitroh ke amil-amil pemerintah. Tentu saja fatwa ini ditentang keras oleh para kyai pakauman, tentu saja karena akan mengurangi setoran keuangan ke pihak pemerintah pada waktu itu.<br />2. Selametan. Beliau mengkritik upacara ketiga, ketujuh, empat puluh, seratus dan seterusnya bagi orang yang telah meninggal. Perbuatan itu termasuk makruh malah bisa menjadi haram hukumnya. Reaksi keras terhadap fatwa ini, lagi-lagi datang dari kyai pakauman, khususnya Kyai Raden H. Uyek Abdullah, anggota Raad Igama, yang juga menjabat imam kaum Sukabumi. Bisa dimengerti, bila acara selametan ini diharamkan, tentu saja akan mengurangi pendapatan para kyai pakauman. Karena perbedaan masalah ini, yang dianggap sangat sensitif, maka diadakanlah acara debat terbuka antara KH. Ahmad Sanusi dan kyai Pakauman dalam satu majelis umum.<br />3. Beliau memfatwakan, bahwa penyebutan atau mendoakan nama Bupati dalam khutbah Jum’at, hukumnya tidak wajib dan sebaiknya tidak perlu dilakukan. Karena dalam Islam, terhadap para pemimpin yang zalim, walau dia muslim saja diharamkan, apalagi kepada para pemimpin non-muslim, yang diangkat dan diberhentikan oleh orang kafir.</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-36502907308972266262011-05-27T21:40:00.000+07:002011-05-27T21:26:18.009+07:00Biography KH. Dadun Abdul Qohhar<img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width:30%; height:auto;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivP1ODsPMbyt0YBK1b_x-uc809RxmSIWFc2eAJvrZzY4ZhF-SQBF3VS6kx0gZAPt1JETtuAT0MHjKsw7QKQR0EYmgG-vNahVMeCqsL2EvHfN0Y_Z3upO5lSl9ZMZtTm2P9c8WVHvAA58PA/s200/w+ddn.jpg" border="0" alt="" /><div style="font-family:Arial; text-align:justify;">A. PENDIDIKAN<br /><br />1. Belajar di Pesantren Cantayan pada usia 6 tahun langsung oleh orangtua, kemudian belajar pada :<br />- K. Ahmad Nahrowi (kakak)<br />- K. Uci Sanusi, sebelum beliau hijrah ke Cikaroya Cimahi Sukabumi<br />- KH. Acun Manshur (kakak)<br />- K. Ahmad Damanhuri (kakak)<br />2. Pada tahun 1938 - 1940 belajar di Madrasah Syamsul `Ulum, Pesantren<br />Gunung Puyuh, Kotamadya Sukabumi di bawah pimpinan KH. Ahmad Sanusi<br /><br />B. KEGIATAN<br /><br />Da'wah<br />Dari tahun 1936 sampai wafatnya (red) aktif dalam bidang Dakwah Islamiyah, melalui pengajian-pengajian rutin, baik kaum bapak, kaum ibu, remaja, mahasiswa, para kiyai dan sarjana (data terlampir) dan pengajian-pengajian yang sifatnya insidental termasuk hari-hari besar Islam.<br />Pendidikan<br />Tahun 1936 - 1945 turut aktif mengelola Pesantren Cantayan Cibadak Sukabumi. Dari tahun 1949 sampai (wafat, red) sebagai sesepuh Pesantren Adda'wah Cibadak Sukabumi<a name='more'></a><br /><br />Organisasi<br />Tahun 1936 aktif dalam Organisasi Al Ittihdiyyatul Islamiah (AII), yang didirikan oleh Alm. K.H. Ahmad Sanusi pada tahun 1931 di tempat pengasingannya di Jakarta; Tahun 1942 sampai tahun 1954 turut aktif dalam organisasi Persatuan Ummat Islam (PUII) sebagai pengganti AII pada zaman Jepang; Tahun 1954-1964 aktif dalam organisasi Persatuan Ummat Islam (PUI) sebagai hasil fusi antara PUII yang berpusat di Sukabumi dengan PUI yang berpusat di Majalengka;<br />Pada masa aktif dalam organissi AII turut aktif pula dalam Barisan Islam Indonesia (BII) sebagai organisasi kader AII; Tahun 1945-1960 turut aktif dalam partai Masyumi. Mulai dari ketua Ranting Desa Cantayan, kemudian menjadi Ketua Anak Cabang Cikembar dan ketua Bagian Penerangan Cabang Sukabumi, Ketua Cabang Sukabumi merangkap Ketua Kooordinator Kresidenan Bogor, merangkap sebagai wakil Ketua Wilayah Jawa Barat Tahun 1957 turut mendirikan Badan Musyawrah 'Ulama Militer Resimen 8 (Bogor, Banten) bersama Kolonel Ishak Juarsa dengan sasaran utama penanggulangan keamanan dan cukup berhasil, karena kemudian badan badan tersebut atas prakarsa Panglima Kodam Siliwangi yang pada waktudijabat oleh Mayor Jenderal R.A. Kosasih ditingkatkan menjadi badan dengan cakupan wilayah se-jawa dengan perubahan nama Majelis 'Ulama Jawa Barat dan peresmiannya dilakukan pada Musyawarah 'Ulama yang dilaksanakan pada bulan September 1958; Akhir September 1958 ditangkap oleh pemerintah orde lama atas perintah panglima tertinggi Pemimpin Besar Revolusi Presiden Republik Indonesia Soekarno, sebagai akibat statemen yang disampakan Masyumi WilayahJawa Barat mengenai politik keamanan yang berjudul: Seruan Kepada Bung Karno dan disebar luaskan ke seluruh Jawa Barat yang ditanda tangani oleh pengurus harian Masyumi Wilayah Jawa Barat, terdiri dari:<br />1. Jaya Rahmat<br />2. Syafe'i<br />3. Jerman Prawiranegara<br />4. K.H. Dadun Abdulqahhar<br />5. K.M. Rusyad Nurdin<br />Pemeriksaan dilakukan oleh kejaksaan Agung RI di Jakarta dan baru dibebaskan pada bulan Mei 1959. Dalam statemen tersebut Masyumi wilayah Jawa Barat menyerukan agar penanggulangan kemana ditempuh dengan cara Islah.<br /><br />Tahun 1964, mendirikan Yayasan yang bergerak dalam bidang da'wah dan pendidikan dengan nama yayasan Da'wah dan dipercaya untuk menjabat sebagai ketua Umum. Program pertama dan utama dari Yayasan Da'wah adalah upaya mewujudkan tenaga kader yang berilmu dan berwawasan tinggi disamping berupaya mengembangkan pola keilmuan mengenai Dinul Islam menurut apa yang diajarkan Allah melalui Rasul-Nya (Al-Qur'an) dengan Uswah Hasanah Muhammad Rasulullah di dalam pelaksanaannya (Assunnah) dan mengenai hal ini pernah disampaikan oleh seorang pemikir Islam kenamaan Abdul Hasan Annadawy di dalam kitabnya. Halaman 293 yang berbunyi: (maaf, teks arab tidak bisa ditampilkan, red).<br />Artinya: Dan tidak boleh tidak bagi dunia Islam sekarang untuk menyusun pola keilmuan yang baru yang sesuai dengan Ruh dan Risalah umat Islam itu sendiri.<br />Dan seperti yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Alqordhawy dalam kitabnya : Halaman 171, menjelaskan bahwa misi (tugas) umat Islam adalah: berupaya menciptakan jama'ah (masyarakat Islam), dan untuk terciptanya masyarakat Islam itu tidak mungkin hanya dengan melalui seminar, Simposium, Lokakarya atau publikasi melalui media cetak atau elektronik saja, atau dengan mengeluarkan Undang-Undang dari pihak penguasa atau melalui pemilihan Umum; akan tetapi harus dengan cara yang diajarkan Allah sebagaimana dicontohkan Rasul-Nya, yakni dengn melalui :<br />1. Fase/tahapan pendidikan dan pembinaan<br />2. Fase/tahapan palaksanaan<br /><br />Usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi yang pada semula akan diberi nama Akademi Da'wah, kemudian adanya pemikiran untuk akademi tersebut bergabung dengan Departemen Pendidikan Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP, bukan kepada Departemen Agama, maka dicari padanan dalam bahasa Indonesia, tetapi memiliki pengertian sama dengan kata Da'wah, yaitu Akademi Pembaru sebagai singkatan dari Pembina Masyarakat Baru, justru hakikat dan pengertian Da'wah adalah: Usaha/upaya merubah dari suatu kedaan kepada satu keadaan yang lebih baik.<br />Pendidikan tersebut diatas berlokasi di bekas kantor Masyumi Cabang Kabupaten Sukabumi, tepatnya di jalan Bhayangkara Sukabumi dan Alhamdulillah mendapat sambutan yang sangat menggembirakan, sehingga banyak calon mahasiswa yang tidak tertampung.<br /><br />Untuk pertama, diangkat sebagai Direktur Drs. Budi Praipta (Dosen Fakultas Sastera UI Jakarta), sedangkan para dosennya berasal dari Akabri Kepolisian, Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri, Kotamadya Sukabumi dan lain-lain. Disamping para dosen khusus, juga materi mengenal Al-Qur'an, Assunnah, Dinul Islam dan Sejarah Islam.<br /><br />Pada tahun itu juga (1964) dikarenakan ada usul dari Bapak Ali Basri dari Lembursitu (Alm.) dan sdr. H. Ahmad Dasuki Tegallega untuk saya mempelopori berdirinya sebuah Pesantren di Tegallega Lembursitu Kecamatan Baros yang juga pada awalnya bergabung kepada Yayasan Da'wah.<br /><br />Alhamdulillah, baik usaha penyediaan tanahnya maupun pembangunan prasarana berjalan lancar, sehingga sampai tahun 1967 di samping telah memiliki beberapa ribu meter tanah waqaf juga telah selesai dibangun 4 buah bangunan yang terdiri dari:<br />- Bangunan Mesjid<br />- 3 (tiga) rumah guru<br />- Asrama Santri<br /><br />Adapun latar belakang didirikan pesantren tersebut dikarenakan kampung Tegallega berdekatan sekali dengan Desa Parakanlima Kecamatan Cikembar, yang merupakan basis Komunis sehingga dirasakan perlu untuk mengantisipasinya.<br /><br />Pada tahun 1967 sekalipun pembangunan komplek pesantren tersebut belum memenuhi seperti yang direncanakan, namun sudah mulai difungsikan dan untuk pengelolaannya diserahkan kepada kakak saya KH. Acun Mashur (Alm.) disamping beliau dibantu pula oleh adik saya KH. Abdul Malik (Alm.) dan Alhamdulillah sampai sekarang masih berjalan.<br /><br />Pada ahun 1965 mendirikan Yayasan yang berpusat di Jakarta dengan menggunakan nama yang sama, yaitu Yayasan Da'wah dengan akta terpisah dan saya dipercaya menjadi ketua umum. Latar belakang pendirian yayasan Da'wah di Jakarta tersebut, karena saya mendapat kepercayaan diserahi sebuah kompleks pendidikan berlokasi di Cawang di Jakarta yang bernama Madrasah Hayyatul Islamiyyah (MHI) yang dipimpin oleh Almukarrom K. Dahlan. Program utama dan pertamanya, juga sama dengan Yayasan Da'wah Sukabumi, yaitu mendirikan lembaga pendidikan tinggi dengan nama sama, Akademi pembaru dan sebagai direkturnya Drs. Yunus Amir Hamzah (dosen Fakultas Sastra UI Jakarta).<br /><br />Di tengah-tengah kegiatan kedua akademi tersebut memperlihatkan keadaan yang menggembirakan, keluarlah larangan dari Dandim 0607 Sukabumi terhadap Sdr. Isa Bugis yang juga temasuk unsur pimpinan dan dosen akademi untuk melakukan kegiatan di wilayah Sukabumi dan sesungguhnya larangan tersebut ditujukn kepada pribadi Sdr. Isa Bugis, bukan kepada lembaga, sebagi akibat dari sikapnya yang kontroversial.<br />Larangan tersebut muncul pada saat Biro Tabligh dan Da'wah lembaga Pembaru yang dijabat pimpinannya oleh saya pada waktu akan mengadakan Up-Grading yang bertempat di komplek Pesantren Ad-Da'wah Cibadak dengan maksud untuk menciptakan tenaga Da'i/Mubaligh dan Alhamdulillah, pesertanya cukup banyak. Resepsi pembukaan dilaksanakan di Gedung Bioskop Mayawati Sukabumi (sekarang Capitol) dan dihadiri oleh Bapak Ruslan Abdulghani yang pada waktu itu beliau menjabat sebagai wakil perdana menteri bidang politik dan pelaksanaan resepsi tersebut berjalan cukup memuaskan.<br /><br />Pihak Isa Bugis melalui utusannya mendesak kepada saya agar Up-grading dibatalkan dan pembatalan harus diumumkan dengan alasan karena adanya larangan Dandim tersebut. Saya sebagai penanggung jawab Up-grading menolaknya, karena larangan tersebut tidak ada kaitannya dengan lembaga melainkan kepada pribadi Isa Bugis.<br />Dengan penolakan tersebut dan juga karena tidak sedikit pola keilmuan yg disampaikan Sdr. Isa Bugis, saya tidak menerima dan menyetujuinya, maka terjadilah ketegangan antar saya dengan Isa Bugis, sehingga dari pihak Isa Bugis mengirimkan surat kepda saya yang tembusannya kepada pihak pejabat termasuk kepada bpk Anwari yang pada waktu itu beliau sebagai Danres kepolisian Sukabumi, namun anehnya surat yang ditembuskan itu aslinya sama sekali saya tidak ada dan justru saya mengetahui adanya surat tersebut dari bpk Anwari. Surat tersebut berisi caci maki dan fitnahan yang tidak pantas dilakukan oleh yg mengaku dirinya kampiun al-Qur'an wassunnah.<br />Dengan ketegangan ini maka akademi pembaru baik yang berlokasi di Sukabumi maupun di Jakarta mengalami kegoncangan, yang akhirnya bubar. Dengan kejadian tersebut, saya sebagai pendiri terpaksa membubarkan lembaga pembaru dan kembali mengurus Yayasan Da'wah Cibadak dan tahun 1972 dirubah menjadi Majelis Ta'lim Adda'wah yang pada tahun 1978 diakte notariskan dan sampai sekarang masih aktif.<br /><br />Tahun 1971 mendirkan Yayasan bersama Alm. Kolonel Abjan Sulaeman (pd wkt itu beliau ka Roh Dam Siliwangi) dgn nama Himpunan Usaha Da'wah (HUDA);<br />Tahun 1988 diangkat sebagai wakil ketua BKSPP Jawa Barat, diangkat sebagai anggota Badan pembina Universitas Ibnu Khaldun dan pada tahun tersebut bersama dengan Pemda Kabupaten Bogor, MUI Kabupaten Bogor serta organisasi-organisasi lainnya mendirkan satu yayasan dengan nama Yayasan Pembangunan Umat Islam untuk mendirikan pesantren tinggi yang berlokasi di Cibinong, Bogor;<br /><br />Thn 1999, sebagai penasehat ICMI Orwilsul Bogor;<br /><br />Jabatan-jabaan yang sampai sekarang masih aktif terlampir (sebelum beliau wafat, red).<br />Pada masa perjuangan kemerdekaan (1945-1949)<br />Pada awal kemerdekaan Indonesia sebelum berdirinya Barisan Hizbullah dan Sabilillah aktif dalam barisan Islam Indonesia;<br />Setelah berdiri Hizbullah, turut aktif di:<br />Hizbullah Divisi dibawah pimpinan Mr. R. Syamsudin<br />Hizbullah Resimen Sukabumi di bawah pimpinan K.A. Damanhuri<br />Tahun 1947 mendirikan pasukan rakyat, karena Hizbullah telah dibubarkan sebagai akibat dari politik Amir Syarifuddin yang pada waktu itu menjabat Menteri Pertahanan Kabinet Sjahrir. Pasukan rakyat dalam kegiatannya bekerja sama dengan TNI yang pad waktu itu Mayor Kosasih (sekarang Letjen Purn).<br />Pada saat perjanjian Renville di mana TNI hijrah ke Yogyakarta, pasukan rakyat tidak ikut hijrah dengan dasar dan alasan, bahwa Belanda tidak akan menepatinya dan kalau sampai menyerbu Yogyakarta, sedangkan daerah yang diduduki Belanda tidak ada kekuatan dari kita, pasti merupakan beban yang cukup berat bagi pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta.<br />Selama gencatan senjata berlaku, berusaha di daerah Sukabumi dengan mengadakan konsolidasi kekuatan, yaitu membentuk komandemen-komandemen di tiap kecamatan dengan maksud:<br />- Memelihra semangat juang rakyat;<br />- Usaha pengumpulan dana dan menambah kekuatan pasukan.<br />Dikarenakan pimpinan pasukan rakyat, yaitu K.H. Ahmad Damanhuri pada bulan Juni 1948 wafat, maka persis pada hari pemakamannya diambil keputusan untuk:<br />- Mengganti nama pasukan Rakyat dgn nama penghela masyarakat (PM)<br />- Pimpinan Penghela Masyarakat dibentuk dewan pembinaan yg terdiri dari:<br />K. Ahmad Juwaeni (Almarhum)<br />K. Dadun Abdulqohhar (Almarhum)<br />K.R.A. Manshur (Almarhum)<br />Sedangkan pimpinan pasukan ditetapkan Sdr. Husein Bakhtiar.<br /><br />Pada bulan pebruari 1949 ditangkap oleh tentara Belanda dan untuk menyelamatkan kekuatan, maka berusaha melarikan diri dari tahanan dan Alhamdulillah berhasil.<br />Sekarang diakui sebagai anggota Veteran Republik Indonesia.<br /><br />Berdomisili di Cibadak Karena daerah Desa Cantayan seusai perjuangan kemerdekaan menjadi ajang bentrokan antar DI/TII kontra barisan Citarum yg kiri sehingga sulit untuk melakukan kegiatan kemasyarakatan, maka pada tgl 25 Desember 1949 hijrah ke Cibadak.<br />Selama berada di Cibadak, maka kegiatan yang dilakukan adalah da'wah dan pendidikan. Hasil kegiatan selama berada di Cibadak, adalah:<br />- Membangun Mesjid<br />- Membangun Asrama Putera<br />- MembangunAsrama Puteri<br />- Membangun Kantor Sekretariat<br />- Membangun Ruang Belajar dan Aula<br />- Membangun 4 (empat) rumah guru<br />- Membangun tempat mandi dan wudlu<br />- Membuat jalan dari jalan raya sampai komplek pesantren<br />- Melengkapi peralatan<br />- Membangun gedung Taman Kanak-kanak AlQur'an<br /><br />Tambahan<br />Untuk lebih jelas mengenai kegiatan pada masa perjuangan kemerdekaan dapat meminta penjelasan kepada kawan-kawan pada masa itu yg sekarang masih ada, baik yg dahulunya berada dilingkungan TNI maupun diluar TNI, antara lain:<br />- Bapak Kawilarang Purn. Kolonel (Alm)<br />- Sdr. Husein Bakhtiar (Alm)<br />- Sdr. Enoh Surahmn (Alm)<br />- Sdr. D. Kipli (Alm)<br />- Sdr. Alex Ali Basyah<br />- Sdr. M. Barana<br />- Sdr. Nawawi Bakrie (Alm)<br />- Sdr. K. Sanusi (Purnawirawan Kolonel)<br />Dan lain-lain.<br /><br />Kegiatan-kegiatan lain mengikut seminar-seminar, baik yang diadakan oleh pemerintah maupun oleh Badan Swasta, antara lain:<br />- Seminar mengenai kompilasi Hukum Islam, diadakan oleh Departemen Agama dan Mahkamah Agung bertempat di Bandung<br />- Seminar berjudul: Peranan Nilai-nilai Islam Dalam Menyiapkan Operasional Industrialisasi. Diadakan oleh departemen Agama bertempat di Hotel Aryadutha Jakarta.<br />- Seminar dgn Tema: Kesadaran Hukum dan Pergeseran Norma dan Tata Nilai Diselenggarakan oleh ITB Bandung.<br />- Seminar dgn tema: Al-Qur'an dan Tantangan Zaman. Diselenggarakan oleh Universitas Islam Indonesia Yogyakarta bekerjasama dengan lembaga Studi Islam dan Filsafat, bertempat di Yogyakarta.<br />- Seminar mengenai Tabligh dan Da'wah. Diadakan oleh Universitas Islam Bandung, bertempat di kampus UNISBA.<br />- Seminar mengenai Infaq. Diadakan oleh Majlis Ulama Indonesia Jawa Barat bertempat di Bandung.<br />- Seminar dengan judul: Fungsi Masjid dalam Era Industrialisasi dan Informasi bertempat di Masjid Amaliyyah Ciawi, Bogor. Serta masih banyak seminar lain.<br /><br />Penerbitan buku/Diktat/Kitab<br />1. Dinul Islam edisi Bahasa Sunda dan Indonesia<br />2. Tafsir Juz ke 30 edisi Bahasa Sunda dan Indonesia<br />3. 25 Khutbah Jum'at edisi Bahasa Sunda<br />4. Tuntunan Shalat edisi Bahasa Sunda dan Indonesia<br />5. Tuntunan Shaum edisi Bahasa Sunda dan Indonesia<br />6. Tuntunan Haji edisi Bahasa Sunda dan Indonesia<br />7. Tafsir AlQur'an Surat Alfatihah edisi Bahasa Sunda dan Indonesia<br />8. Apa dan siapa manusia itu? Edisi Bahasa Indonesia<br />9. Muslimkah saya? Edisi Bahasa Indonesia<br />10. Tarjamah haditsularba'in edisi Bahasa Sunda<br />11. Taajul'urusli'athoillah edisi Bahasa Sunda<br />12. Asaasulislam wamaaqooshiduhu edisi Bahasa Sunda<br />13. Khutbah-khutbah Iedul Fitri dan Iedul Adha edisi bahasa Indonesia<br />14. Uswatulmusthofa Fizikrilmaula (contoh Zikir Rasulullah) edisi Bahasa Sunda<br />15. Khutbah Nikah, edisi Bahasa Indonesia<br />16. Pembudayaan AlQur'an Dalam Masyarakat, edisi Bahasa Indonesia<br />17. Buku/diktat/kitab lain, baik yg sudah diterbitkan maupun yg belum diterbitkan (masih dalam bentuk konsep)<br /><br />Cibadak, 11 Rajab 1413 H.<br />04 Januari 1993 M</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-24865363114918751822011-05-27T21:30:00.000+07:002011-05-27T21:34:48.317+07:00Beri Kami Biangnya, Jangan Botolnya<div style="font-family:Arial; text-align:justify;">Melembagakan Budaya Uswah/Suritauladan)<br /><br /><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 30%; height: auto;" src="http://www.freshpromotions.com.au/products/Aluminium%20Water%20Bottle.jpg" border="0" alt="" />LELAP TAK BERDAYA<br />Kita tidur lelap, demikian nyenyaknya sampai kita tidak sadar para pencuri telah masuk ke rumah, melongok, berjingkat-jingkat dan mengendap-endap dan melihat kita yang tergolek demikian lelapnya, dengan mencibir dan sinis mereka melewati tempat tidur kita, mereka hafal betul seluruh ruangan dan kamar kita seolah-olah merekalah pemilik rumah. Para pencuri ini telah lama merencanakan pencurian di rumah kita, dipelajarinya dengan seksama kebiasaan-kebiasaan kita, kebiasaan harian kita, mingguan, bulanan dan kebiasaan tahunan kita, sehingga mereka tahu persis segala rutinnya aktifitas kita dari mulai subuh, pagi, siang, malam dan seterusnya, dari saat kita terjaga dan tertidur, sepertinya para pencuri ini juga mampu mencuri mimpi-mimpi kita, harapan, gagasan dan ide-ide kita. Mereka telah mengenal kita bagaikan mengenal anaknya sendiri, hafal betul dengan dengus nafas kita, watak, karakter, kolokan dan manjanya kita (ya’rifunahuu kama ya’rifuuna abnaa ahum, QS. 2 ; 146 “kenalnya mereka kepada Muhammad (Alqur`an, Islam, kebenaran) seperti mengenal anaknya sendiri, tetapi kebenaran ini mereka sembunyikan)”.<a name='more'></a><br /><br />Mereka susun strategi dan taktik, mereka terus awasi kita; kapan kita lengah, kapan kita tidak terjaga dan kapan mereka bisa masuk ke rumah kita dengan aman. Kesempatan itu kini datang, pencuri telah masuk ke kamar yang paling pribadi kita kemudian mereka ambil benda serba bisa dan yang paling berharga satu-satunya milik kita, satu-satunya benda penggerak kehidupan kita, satu-satunya alat detektor mana sinyal bahaya dan sinyal aman suatu keadaan, alat ini dapat mengendus mana jalan ke surga dan neraka. Para pencuri telah menukar benda tersebut dengan yang SERUPA tapi TAK SAMA.<br />Ketika kita bangun dan terjaga, kita senang benda berharga itu masih ada dalam genggaman kita, kita merasa nyaman tanpa kita sadari sebenarnya benda yang kita pegang palsu, yang asli telah dicuri.<br />Benda asli dan berharga milik kita satu-satunya tiada lain adalah KEMURNIAN ISLAM. Maka ketika kita bangun dan terjaga dari lelapnya tidur, kita berdo'a :<br />:”Alhamdulillahil ladzii ahyaanaa ba`da maa amaa tanaa wa ilahin nushuur”. “Segenap puji milik Allah yang telah menyadarkan dan menghidupkan kami dari kematian akal dan pikiran, dari kebodohan akan kebenaran, Allah telah menghidupkan aqal sehat kami, kesadaran kami dan kepada Allah segala urusan dikembalikan”.<br />Pencuri yang telah sukses menukarkan barang berharga satu-satunya milik kita tiada lain :<br />“Walan tardlo ankal yahuudu walan nashooro hatta tattabi`a millatahum, QS : 2 : 119, red)” Yaitu Yahudi dan Nashroni serta orang-orang Islam yang bermental pencuri seperti mereka. Mereka selamanya tidak akan ridlo, tidak akan rela, tidak akan suka kepada kita, bahkan benci yang amat sangat kecuali kita mengikuti cara berfikir, bertindak dan berperilaku seperti mereka.<br />Akhirnya, Benda palsu yang kita bawa-bawa selama ini kemana saja; ke tempat kerja kita, ke dalam profesi kita, baik sebagai kiyai, ustadz/dzah, politikus, teknokrat, birokrat, dll, ternyata justru telah melahirkan kebodohan, keserakahan, kepicikan dan kecengengan, bahkan perseteruan dan permusuhan di antara kita yang berkepanjangan. Ruh kemurnian ajaran Islam tidak terpancar dari perilaku para decision maker (pembuat kebijakan) di negeri ini, dari tokoh-tokoh agama, para pimpinan yang memiliki lembaga lembaga pendidikan Islam.<br />Islam tidak ditampilkan dalam uswah kedewasaan dan kedermawanan Abu Bakar Ash Shiddiq, kelembutan dan kesederhanaan seorang Utsman bin Affan, dalam ketegasan, keberanian serta gagahnya Umar Bin Khattab, Islam tidak tampil dalam kecerdasan, kelincahan, dinamis dan kreatifnya seorang Ali Bin Abi Thalib. Demikian senangnya kita dalam Kepalsuan Islam, betah dalam mengajarkan kepalsuan Islam kemana-mana tanpa kita sadari akhirnya, penyakit TBC AKUT (Takhayul - Bid`ah - Churafat - mental budAK dan penaKUT) menggerogoti tubuh kita dan telah menyerang seluruh sendi-sendi, tulang dan sel-sel ruhul Islam. Orang-orang Islam tidak tampil dalam wajah sehat, kuat, ceria, fresh, prima, indah, nyaman, sejuk, lembut. Yang nampak sekarang wajah orang-orang Islam yang sangar, bengis, reaktif, wajah korup, licik, kemaruk, pemarah dan pendendam. Orang-orang Islam tampil dalam wajah-wajah pesakitan, wajah-wajah yang termarjinalkan, terpinggirkan, tersisihkan, wajah-wajah yang tidak mau repot, wajah-wajah kebingungan, gampang kagetan, juga gampang pingsan, wajah-wajah yang dikalahkan, wajah-wajah pecundang.<br /><br />MAYORITAS YANG MINORITAS<br />Mayoritas orang-orang Islam di negeri ini berbuih-buih, putih bergemuruh bagaikan mengatasi gelombang, tapi kenyataannya, justru buihlah yang diombang ambing ombak, tanpa mampu menjadi kokoh dan tegarnya karang, mudah diadu kambing dan dikambinghitamkan, mudah dipecah dan senang membuat perpecahan, mudah dibujuk dan senang menjadi perajuk.<br />Sebuah dialog abadi antara delegasi Islam dengan pembesar-pembesar Non-Muslim menyindir kita.<br />“Mana orang-orang dulu yang pernah menaklukkan kami?”<br />Bingung dan kaget kita balik bertanya “yang mana maksud tuan?”<br />“Mereka, orang-orang yang memiliki tanda di dahinya bekas sujud, perutnya kempes, sorot matanya tajam bersinar namun lembut dan selalu memakai terumpah usang?”<br />Kita terhenyak malu ‘mereka sudah tidak ada tuan’.<br />mereka kembali menyindir kita : “tuan-tuan, anda sekarang hebat dan gagah memakai penutup kepala berbagai model dan warna, mengenakan sorban, koko yang trendy mengikuti mode, perut yang gendut tapi lebih pantas disebut buncit, dan anda mengenakan sepatu bermerk dan berkelas. Hem, .....tetapi bagi kami, maaf. Mereka jauh lebih hebat dan lebih gagah dibanding anda, dan jauuuuh lebih memenuhi janji dan bukti ketimbang anda, kami respek dan takluk kepada mereka, karena mereka tidak pernah memperlakukan dan mempermalukan kami sebagai orang-orang yang kalah perang, mereka hormat kepada pemimpin pemimpin kami walaupun kami kalah, mereka tidak pernah merusak kehormatan keluarga kami, tidak merusak kehormatan anak perempuan kami, tidak merusak tempat peribadatan kami, tidak merampok hewan ternak kami, tidak merusak hutan dan tanaman kami, dan yang harus tuan-tuan ketahui, mereka tidak mengusik adat kebiasaan kami. Sekiranya mereka masih ada, kami akan berkhidmat dan mengabdi kepada mereka”.<br />Pengakuan jujur seorang Yahudi militan yang diwawancarai CNN mengatakan bahwa umat Islam memang benar akan mampu mengalahkan kami sesuai dengan sinyalemen Nabi Muhammad SAW, kalau salah satu indikator utamanya sudah nampak di mana-mana. Apa itu? Yakni apabila jumlah umat Islam yang berjamaah shalat shubuh sama banyaknya dengan yang shalat jum’at.<br />Seorang Zionis Yahudi Militan staff ahli PM. Golda Meir pernah mengatakan kami akan merasa ngeri dan takut apabila orang-orang Islam berlomba-lomba untuk mati syahid ketika berperang melawan kami, di hati mereka kenikmatan yang paling tinggi adalah mati syahid karena mereka akan menemui tuhannya dalam membela agamanya tanpa dikafani, tanpa dimandikan lengkap dengan darah dan seragamnya. Tetapi sementara ini kita masih safe, aman karena orang Islam lebih cinta pada anak dan keluarganya, pada rumah dan kebunnya pada hewan ternak peliharaannya ketimbang mencintai tuhannya.<br /><br />PARA PENJAJA BOTOL<br />Kita senang bergegap gempita dalam ritual harian, mingguan, bulanan dan tahunan tetapi sunyi senyap dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik kita, sehingga wajah-wajah Islam tampil dalam kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan. wajah-wajah yang seharusnya tampil menjadi tuan rumah di negerinya sendiri justru tampil kelimpungan dan kelaparan bagaikan tikus mati di lumbung padi. Karena kepalsuan Islam telah menjadikan kita robot-robot kapitalis-individualis. Negeri yang berdaulat kini telah ditukar/digadaikan dengan nilai dunia yang sedikit.<br /><br />Sebuah sinyalemen Rasulullah mengatakan :”apabila umatku telah menganggap kehidupan dunia jauh lebih hebat ketimbang kehidupan akhirat, maka akan Allah cabut kehebatan Islam dan Allah haramkan keberkahan wahyu”.<br />Semarak kita beraktifitas dalam kehidupan politik; saling berebut kursi kekuasaan persis diibaratkan negara Mobocracy (mob : gembel , cratein : kekuasaan, sisi buruk dari akibat democracy : demos : Rakyat, cratein : kekuasaan).<br />Jika negara dikuasai para gembel ‘berdasi’ mereka hanya mampu berpikir sebatas kebutuhan perut dan bawah perutnya. Hanya untuk memuaskan kebutuhan pribadi dan kelompoknya. Bahkan Aristoteles pun mengatakan bentuk negara yang paling buruk adalah justru demokrasi. Karena melalui demokrasilah seorang atau sekelompok orang bisa memaksakan kehendaknya dengan berlindung di balik nama HAM (hak asasi manusia) untuk mengobok-obok republik ini.<br />Akal pikiran yang tidak dibimbing oleh kemurnian ruh ajaran Islam tidak akan sanggup melahirkan kebijakan kebijakan yang berpihak kepada kebenaran. Berapa miliar rupiah biaya yang harus dikeluarkan oleh sesorang atau sekelompok orang untuk memuluskan jalan ke puncak kekuasaan di negeri ini, dan pada saat yang bersamaan berapa peraturan dan kebijakan baik tertulis maupun tidak tertulis yang harus dibuat, baik dengan bisikkan, dengan kedipan mata, atau pun melalui pesan singkat untuk menghasilkan, mengembalikan modal mereka. Bila perlu pundi - pundi depositnya untuk anak cucu keturunannya.<br />Sungguh tragis bahkan bisa disebut tragedi kepemimpinan di negeri ini, seakan-akan kita pura-pura lupa ‘arrosyi wal murtasyi fin naar” (orang yang disuap dan para penyuap akan menciptakan kerusakan di negeri ini). Aneh, ini jadi trend di negeri tercinta ini, atas nama konsolidasi, atas nama suksesi kepemimpinan, atas nama alias atas alias nama, dan seterusnya lipstik-lipstik bahasa penyuapan kita buat.<br />Seseorang atau sekelompok orang (para oligoi) yang sedang dipuncak kekuasaan sering disebut sebagai ‘top leader’, padahal makna ‘lead’ adalah membimbing, mengarahkan, melayani, menuntun. Maka seorang pemimpin seharusnya adalah pelayan, penggembala umat, pembimbing umat. Dan makna top adalah ‘utama’, ‘prima’ dalam memberikan pelayanan (lihat kamus English - Indonesia : John Mc. Echol & Hasan Sadily). Seorang Top Leader adalah tugas dan kewajibannya memberikan pelayanan yang prima dan mengutamakan pelayanan kepada rakyat, bukan dibalik; rakyat yang melayani pemimpin; Dia tidak akan sanggup tidur sebelum rakyatnya kenyang, tak sanggup melahap makanan apabila rakyatnya lapar, batinnya berontak di kamar yang berAC karena hujan dan angin masih menerpa rumah-rumah rakyatnya.<br />Para oligoi yang menguasai negeri ini kian menancapkan kuku keserakahannya ketika ekonomi (kebutuhan mendasar rakyat) dikuasai mereka. Dengan sesuka hati mereka timbun, mereka dongkrak harganya dan tragisnya negara tak mampu melindungi harga kebutuhan mendasar rakyat.<br />Sungguh benar apa yang disampaikan oleh almarhum Buya Hamka (Allahumma yarham); bahwa negara akan rusak apabila penguasa dekat dengan pengusaha atau penguasa yang menjadi pengusaha. Peraturan yang akan dibuat pun tentu akan disesuaikan dengan selera mereka. Menguntungkan atau akan merugikan?”. WS Rendra menyindir lewat puisi yang dibacakan ketika kerusuhan 13 Mei 1998. Karena kami makan akar dan terigu menumpuk di gudangmu, karena kamu kaya, maka kita bukan sekutu, Karena kami kucel, dan kamu gemerlapan...Karena kami sumpek, dan kamu mengunci pintu...maka kami mencurigaimu, karena kami terlantar di jalan, dan kamu memiliki semua keteduhan, karena kami kebanjiran, dan kamu berpesta di kapal pesiar, maka kami tidak menyukaimu.<br />Khalifah Umar Bin Khattab mengadakan sidak (inspeksi dadakan) ketika para pembantunya sudah lelap tertidur; dia cek setiap malam keseluruh negeri dengan hanya didampingi seorang pengawal setia dan kepercayaannya, dia temukan kenyataan bahwa ada rakyat di wilayah kekuasaannya, yang lapar, yang tega membohongi anak-anaknya dengan merebus batu agar bisa mendiamkan tangisan anak-anaknya yang lapar. Umar menjerit dan berontak batinnya tak sanggup dia menghadap Allah SWT nanti, rasa marah, malu dan sejuta perasaan kecewa berkecamuk. Malu aku menghadap rabbku sementara apa yang menjadi amanat dan tanggungjawabku telah aku lalaikan, telantarkan, tak bisa aku maafkan dosa-dosa dan kesalahanku.<br />Utsman Bin Affan segera memadamkan lampu listrik milik negara (PLN) di kantornya ketika datang sahabat lama ingin bernostalgia dan curhat persoalan-persoalan pribadi, karena demikian ‘ekstra hati-hati’nya atas penggunaan fasilitas negara yang bukan haknya, dan sahabatnya hormat atas sikap beliau.<br />Berbangga-bangga kita dengan semaraknya organisasi dan partai-partai Islam; tetapi kita lupa dengan peringatan Allah dalam Qs. Al Qoshosh 4 : ‘inna fir’auna ‘ala fil `ardhi waja`ala ahlahaa syiyaa’an” mentalitas dan karakter fir’aun di negeri ini cenderung menjadikan penduduknya, warganegara dan ummatnya berpecah belah kedalam berbagai macam kelompok, golongan, organisasi dan partai. Dan ironisnya, lebih fatal lagi kepalsuan ini berujung pada keyakinan yang ditampilkan dalam perilaku kita secara sadar dan bangga (sebut saja ‘takabur’,) bahwa organisasi, kelompok, golongan dan partai kita adalah agama dan ‘tuhan’ kita.<br />Ilustrasi sederhana lainnya barangkali bisa menyadarkan kita; sebatang lidi mudah dipatahkan tetapi sebuah sapu lidi akan sulit dipatahkan. Berserakannya partai-partai Islam akan memudahkan musuh-musuh Islam menghancurkan kita dan kian sulit bagi kita untuk menegakkan din kalimatullah.<br />Perselingkuhan kita ini, penghianatan kita ini dengan menduakan Allah kekasih kita dengan yang lain membuat DIA tidak akan menangguhkan azabNya. “Lu jual gua beli” kata Allah dengan murkanya dalam QS. Al-An’am ayat 44. :<br />“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira ‘mabuk dalam kekuasaan, kesenangan’, kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu juga mereka bungkam putus asa.”<br />Kesenangan sesaat dan datangnya azab secara mendadak membuat kita sontak terhenyak;”masih betahkan kita dengan botolnya tanpa mau biangnya?, Masih sukakah kita dengan tampilan fisik luarnya tanpa ruhnya?”.<br /><br />Sukabumi, Nopember 2009.</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-63150967975877872552011-05-27T21:20:00.000+07:002011-05-27T21:24:10.087+07:00Tas Dan Irama Kehidupan (Kisah Nyata 2)<img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 30%; height:auto;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGWzd4_Vb7cI1gOohE0zSQEPQlo2VbYU973M1OzGJsOOWNpv_sG75NMnFhii_cu8MuhVjuDRyDwwOctq3L-D0Z1wnQYxmnyxYs51GWeuyr7AvEgjghDyYjmttRdOVgZ8z_qY9KHcWwauw/s320/tote+bags.jpg" border="0" alt="" /><div style="font-family:Arial; text-align:justify;">PAGI yang cerah, segelas kopi kental hangat dan dua potong pisang goreng menemani pagiku, sementara “belu” kucingku menyapaku dengan mengais-ngaiskan lehernya di kakiku. Wuah, sungguh pagi yang ramah, sejuk, angin kecil mencoba menerobos pori-pori bilik kamarku.<br />‘assalamu `alaikum’ terdengar suara orang mengucap salam, nadanya dalam dan berat, pertanda orangnya tua dan berwibawa.<br />‘wa’alaikum salam’ sahutku sambil kubuka pintu, dan dugaanku meleset, ternyata orangnya masih muda dan cukup berwibawa, dan dilihat dari penampilannya, ini tamu pasti orang penting, akh, aku tidak mau mereka-reka, suka meleset (pikirku), yang penting prinsipku setiap orang yang datang kerumahku selalu kuperlakukan orang penting, tapi siapa gerangan, tamu pagi istimewa ini.<br />‘apa betul ini rumahnya pa burhan?’<br />‘ya, betul, pak. Saya sendiri, dan ....”<br />“kenalkan saya, pa Yuda .....”<a name='more'></a><br />‘Oh? ya silahkan masuk pa Yuda, ..... kaget saya, barangkali ada yang bisa saya bantu?’<br />“begini pa, ehm, hari ini Bapa ada acara ga?”<br />‘oh, ga, engga, paling ya menulis, saya sedang menulis sebuah buku ....”<br />‘wuah tentunya saya mengganggu sekali ya pa .....’<br />‘nggak pa, tidak mengganggu, saya menulis kalau ada ide, senggang waktu, dan lagi mood .....<br />‘Oh, begini pa, saya mau beli komputer baru dan lengkap”<br />‘Wuah, saya sudah lama pa ga jual komputer, dan ....”<br />“ya, saya juga tahu pa, bapa ga jualan komputer lagi, tapi sahabat saya menyarankan untuk menghubungi bapa, ya kalau bapa ga repot sih hari ini kita berangkat ke mangga dua ....., bisa kan pa?’ setengah memaksa.<br />“sebentar, sebentar pa, tadi bapa bilang atas saran sahabat bapa, siapa pa?”<br />‘ya nanti saya pertemukan, orangnya nunggu di mobil dan dia juga yang butuh komputernya. ‘aneh, pikirku, mau beli ko teka teki, berarti orang yang nunggu di mobil bosnya. Pikirku. Aneh, tapi aku tidak berpikir panjang, yang jelas terbayang di benakku rejeqi bakal datang. “gimana pa, bisa kita berangkat sekarang?” pertanyaannya membuyarkan lamunanku.<br />“ya, ya, siap pa, kita berangkat sekarang, mumpung masih pagi”.<br />“Jadi orang yang nunggu di mobil itu sahabat bapa kenal dengan saya?”<br />“Nah ini dia pa Hamid, sahabat saya ....” sesampainya di pintu mobil.<br />“lha ini tetangga saya pa, kenalan baik saya, maaf jadi yang butuh komputer pa hamid, apa kabar pa?”<br />“baik, maaf saya ga turun nemuin bapa, tadinya saya yang mau turun mau ke rumah bapa, tapi pa yuda melarang, biar pa Yuda saja yang kerumah sekalian mau kenal dengan bapa”<br />“oh, terhormat sekali saya di mata pa Yuda ini, jadi malu”<br />“begini pa burhan, pa Hamid ini sopir saya, sahabat saya sekaligus juga adalah guru spiritual saya...., saya menaruh hormat dan kepercayaan penuh sama pa Hamid ini”<br />“Oh, sampai ngatur beli komputer juga pa?” candaku<br />“Oh, iya, saya percaya apa yang pa Hamid sampaikan, kami sekeluarga percaya sama pa Hamid ini” pujiannya meluncur terus, dan nampak wajah pa Hamid datar saja, tidak menampakkan ekspressi mimik senang atau apalah, datar saja wajahnya itu.<br />“hem, jadi karena pa hamid yang minta saya belikan komputer, wuah, wuah, saya jadi heran berat nih, padahal toko komputer sekarang banyak dan jarak dari kalideres tempat bapa ke Mangga dua dekat, kenapa bapa jauh-jauh ke rumah saya, ke Tangerang hanya untuk beli …....”<br />“sebenarnya tadi malam saya bermaksud ke rumah bapa, tapi pa Yuda melarang biar besok saja sekalian dengan saya dan langsung ke tokonya” pa Hamid menjelaskan.<br />Aneh ‘pikirku. Berarti pa hamid di mata pa Yuda bukan orang sembarangan. Saya jadi heran, begitu besar pengaruh pa hamid ini di mata keluarga pa Yuda. Tentu ada apa-apanya nih.<br />:”rupanya pa Hamid ini orang istimewa bagi pa Yuda?”<br />“ya, betul, betul sekali. Karena lewat pa Hamidlah saya jadi tahu apa artinya menghargai hidup dan kehidupan, terlebih lagi perubahan yang terjadi pada isteri dan anak-anak saya. Subhanallah, saya bersyukur bisa kenal dengan pa Hamid ini. “setahu saya pa Hamid ini orangnya ga kebanyakan, sederhana hidupnya juga sering ngobrol dengan saya ba`da shalat maghrib di masjid Al-Wustho. Dan itupun hanya obrolan biasa, obrolan ringan’. Renungku. “wuah, wuah makin penasaran jadinya saya pa, kalau ga keberatan boleh dong bagi-bagi cerita.” Aku mendesak.<br />“ceritanya sih sederhana pa kaya di sinetron, tapi muatan peristiwanya itu yang membuat saya jadi kenal dengan pa hamid termasuk hari ini kenal dengan pa burhan.”<br />“sederhana gimana pa?” potong saya<br />“hanya soal tas .....<br />“tas?”<br />“ya, saya kehilangan tas, sebuah tas. Waktu itu saya naik angkot mau ke kantor, duduk di samping supir, sambil ngobrol sejenak dengan sopir tentang berbagai persoalan kehidupan di ibukota, tentang BBM, tentang tawuran, tentang copet yang digebukin masa, tentang maling motor yang dibakar masa, tentang perampokan, tentang korupsi dan sopir ini hanya menjawab singkat saja ‘mereka ga punya iman’, dan jawaban itu yang selalu dia lontarkan. Sampai di kantor saya baru sadar tas saya ketinggalan di angkot, saya balik lagi dan mengejar, ternyata angkot itu sudah pergi. Saya marah, kecewa, menyesal, sedih ..... berkecamuk di batin saya, terbayang isi tas itu adalah hidup dan matinya keluarga saya ....”<br />“isinya tentu barang yang sangat berharga” selaku<br />“ya, sangat berharga, uang tigajuta setengah dan surat tanah isteri saya, sertifikast asli. Rencana hari itu rehat makan siang saya mau ke kantor notaris mengurus penjualan tanah isteri saya, janji dengan pembelinya di kantor notaris.”<br />“lalu, .....”<br />“tiap hari sebelum berangkat kerja dan sepulang kerja saya tunggu angkot itu lewat dan saya masih ingat wajah sopirnya, ya wajah yang bersih, dewasa dan sederhana dalam berbicara, wajahnya itu yang saya ingat, wajah yang beda dengan sopir-sopir umumnya, kusut, kotor. Ini wajah bersih tapi tidak putih. Saya kejar ke poolnya, saya tanya barangkali kenal dengan sopir itu, mereka jawab ‘susah pa, disini sopir ada limaratusan belum yang batangan, kecuali bapa ingat nomor kendaraannya.....”mereka tak banyak membantu.<br />Seminggu sudah lewat, saya pasrah saja dan mengurus penggantian sertifikat ke BPN dan ini memerlukan proses yang cukup panjang, tapi saya jalani terus. Sampai suatu ketika saya rencana makan siang di luar dengan teman saya, di lampu merah dekat kantor, mobil dengan sopir itu lewat persis di depan saya, dan secara refleks saya menyetop mobil tersebut.<br />“pa, pa, masih ingat saya ga?”<br />“wuah, bapa ini mau naik apa mau nanya” sopir balik tanya<br />“saya mau nanya bapa, masih ingat saya ga, seminggu yang lalu saya naik angkot bapa duduk di depan dan saya ketinggalan tas saya, masih ingat ga?”<br />“Oh, tas itu, ada di rumah saya, mau diambil ? .... bapa ikut saya saja sekarang”. Tanpa pikir panjang saya naik angkot itu, teman saya teriak :” oi, gimana nih acara makannya, jadi ga?”<br />“gaaaaa, selera makanku terbang, eh bilangin sama orang kantor saya keluar dulu ada urusan penting ya” jawabku asal<br />Sepanjang perjalanan perasaanku berkecamuk, apa betul tas saya masih ada, apa isinya sudah diobrak-abrik, apa surat tanah saya hilang, apa dan apakah ..... “<br />“saya kaget, dikira saya bapa mau apa, ternyata soal tas itu, aman pa, di rumah Insya Allah, isteri saya yang simpan, dan saya sendiri sudah lupa, mudah-mudahan masih ada”<br />“bapa buka isinya ga?” curiga saya<br />“tidak pa, saya ga berani, saya juga pesan sama isteri di rumah agar menyimpan tas itu dan jangan dibuka-buka, tadinya mau saya serahkan ke polisi tapi selalu lupa dan isteri saya juga tidak mengingatkan saya…....”<br />“kalaupun dibuka ga apa-apa, uangnya juga ga seberapa, tapi yang penting itu pa, sertifikat tanah isteri saya, itu yang penting”<br />“saya ga berani pa, saya hanya menyimpan dan menitipkan ke isteri saya, tapi Insya Allah pa, saya jamin tas dan segala isinya aman, ....nah sebentar lagi kita sampai pa .....”<br />Mobil parkir di pinggir jalan, dan kami turun kemudian jalan memasuki gang yang lumayan jauh..... Nah, itu rumah saya pa, dan isteri saya biasanya jam segini lagi nunggu warung .....”. saya tidak merespon ucapannya, yang terbayang di hati saya adalah tas dan surat-suratnya.<br />“assalamu’alaikum”<br />“wa’alaikum salam, wuah kebetulan bapa pulang nih, dan ini ....” isterinya memandangku. Dan kulihat wajah lembut seorang ibu.<br />“ini bu, ..... penumpang yang seminggu .....”<br />:Oh maaf, perkenalkan saya Yuda, dan maaf sama bapa juga saya belum kenal, maaf karena rasa senang saya ketemu bapa sampai lupa mengenalkan nama”<br />“Oh, pa Yuda, suami saya namanya Hamid dan saya Aminah”<br />“ini lho bu, pa Yuda nanyain tas yang bapa titipkan seminggu yang lalu, disimpan dimana bu?”<br />“Oh, tas itu, ada noh di atas lemari, sebentar saya ambil ya pa .....” Bu Aminah berdiri dan masuk kamar. Selang beberapa menit kemudian dia membawa tas, yah benar itu tas saya, dan nampak berdebu seperti ga pernah disentuh.<br />“ ....dulu suami saya titip ya ibu langsung taro aja di atas lemari, ga keingetan lagi, kalau pa Yuda ga tanya, mungkin kami lupa bahwa di atas lemari ada tas bapa” lembut sekali suara bu Aminah ini.<br />Saya buka dan, ..... saya lihat uangnya masih utuh, surat-suratnya masih lengkap, bahkan posisi susunan seratus ribuan dan lima puluh ribuan tidak berubah, dan sertifikatnya masih ada. Artinya memang tas saya tidak pernah dibuka-buka.<br />“sebentar pa, bapa mau makan siang apa shalat dzuhur dulu, ini sudah jam dua lho pa” Bu Aminah mengingatkan suaminya.<br />“pa Yuda maaf ya, saya mau shalat dulu, bapa mau ikut shalat ga, dekat nih di belakang ada musholla.”<br />Karena rasa girang dan kaget saya manut saja ngikutin pa Hamid ke mushola.<br />Selesai shalat saya ambil uang satu juta, kemudian saya serahkan sama isterinya pa Hamid.<br />“Ini bu, sebagai rasa terima kasih saya, satu juta buat keluarga pa Hamid”<br />“Wuah maaf pa, ga kepikiran kami dapat uang, ga pa, kami ga bisa menerima uang itu, maaf pa” jawabnya lembut.<br />“tolong bu, bapa jangan menolak, ini saya tambahkan limaratus ribu, tolong pa di terima”<br />“pa Yuda, waktu kami menemukan tas bapa, niat kami cuma satu, tas ini harus aman, dan tidak terbersit sedikitpun untuk mendapatkan uang ....”<br />“maaf pa, saya bermaksud baik ingin mengucapkan terima kasih dan tanda terima kasih saya, ini rejeqi buat bapa, saya ikhlas ....”<br />“pa Yuda maaf ya, uang 1,5 juta itu bagi kami sangat besar, keikhlasan kami hanya sebatas menyimpan tas yang bukan hak kami, dan kami sudah janji kepada Allah agar senantiasa menjaga keikhlasan kami, maaf .... pa kami menolak menerima uang bapa, kami hanya mengharap ridho Allah semata-mata pa, maaf, sekali lagi maaf.”<br />“aduh gimana ini, saya jadi ga enak nih bu pa”<br />“sudahlah pa Yuda, bersyukur pada Allah, tasnya telah ditemukan. Sekarang mendingan kita makan, bapa kan belum makan siang ...., setelah makan siang juga saya narik lagi, nanti sama-sama kita jalan, gimana pa”<br />“ga pa, terima kasih, saya permisi sekarang saja pa, assalamu ‘alaikum”<br />“wa’alaikum salam”<br /><br />oooo 0 oooo<br /><br />Malam hari saya gelisah tidak bisa memejamkan mata sekejap pun, pikiran berkecamuk antara percaya dan tidak peristiwa siang di rumah pa Hamid, kalau tidak mengalami sendiri, dan isteriku pun tidak percaya, ‘ga mungkin jaman materialistis begini ada orang nolak rejeqi, ga mungkin ada orang ga doyan duit, malaikat, kali. Begitu kesimpulan isteriku.<br />Setiap malam kegelisahan senantiasa menggelayutiku, dan isteriku jadi khawatir tentang mulutku yang senantiasa selalu bicara pa hamid, bu aminah, pa hamid, bu aminah, ga pagi mau kerja, ga malam pulang kerja. Selalu saja kedua orang itu yang disinggung. Akhirnya isteriku bertekad ingin kenal dengan mereka.<br />“percuma bu, kita tawarin uang juga mereka ga mau terima, gimana kalau kita tawarkan yang lain..... bu?”<br />“ya, tawarkan apa, oh ya pa, tanah kita kan sudah terjual, dan ternyata harganya lebih tinggi dari yang kita sangka, bagaimana kalau kita coba tawarkan mobil sama pa hamid?”<br />“maksudnya?”<br />“ya, kita belikan mobil baru buat mereka, toh harganya ga seberapa dan deposit kita masih buanyak, lebih dari cukup untuk anak-anak kita, gimana pa?”<br />“boleh, boleh, kita coba besok kerumahnya, pa hamid kalau ga salah ada di rumahnya malam, ya, ya betul bu, kita tawarkan sekalian mereka ajak ke dealer untuk memilih mobil yang mereka suka.”<br /><br />oooo 0 oooo<br /><br />“Assalamu ‘alaikum” saya mengetuk dan mengucap salam<br />“wa’alaikum salam” terdengar suara pa Hamid<br />“bagaimana kabarnya pa Hamid, kenalkan ini isteri saya ....”<br />“Bu, bu, ..... ini ada tamu” pa Hamid memanggil isterinya, isterinya keluar dan langsung bersalaman dengan kami.<br />“aduh ada angin apa pa Yuda malam-malam begini mau mengunjungi rumah kami”<br />“Begini bu, pertama kami ingin silaturahmi, kedua isteri saya ingin kenal dan yang ketiganya ....“<br />“ini bu, saya Laila isterinya Pa Yuda, saya banyak dengar tentang bapa ibu dari suami saya setelah peristiwa tas itu, dan suami saya tiap hari selalu saja membicarakan perihal bapa sama ibu di sini, sehingga ingin sekali saya berkenalan dengan keluarga di sini.”<br />“wuah, wuah, suatu kehormatan bagi kami, tapi kenapa harus repot-repot Ibu mau datang kesini, lumayan jauh kan dari jalan raya, lewat gang sempit lagi .....”<br />“ga soal bu, maksud kedatangan kami, ya seperti kata suami saya tadi .... Kami ya, alhamdulillah tanah kami sudah terjual dan keuntungannya luar biasa, bahkan di luar sangkaan kami.....”<br />“tanah yang mana bu?” pa Hamid menyela<br />“itu pa, tanah yang di jalan Sudirman, yang sertifikatnya ada di tas itu, alhamdulillah kami mendapat keuntungan sangat besar bahkan di luar perkiraan kami, dan sebagai tanda syukur kami kepada Allah, kami bermaksud ....”<br />“maksud suami saya begini pa Hamid, bu Aminah, kami ingin berbagi rasa syukur kami dengan keluarga di sini....”<br />“Assalamu`alaikum” suara anak remaja masuk<br />serentak kami menjawab “wa’alaikum salam”<br />“Oh, Ahmad, ini anak saya, salim nak sama Pa Yuda Bu Laila, kenapa baru pulang biasanya jam 6 pulangnya nak?”<br />“komputernya eror bu, jadi nunggu dibetulkan dulu tapi ga selesai ya sudah besok saja teruskan, dan ini juga tugas sekolah belum selesai semua”<br />“Ya sudah, istirahat dulu sana, makan sudah siap dan jangan lupa shalat isya nak”<br />“ya bu” anak itu masuk ke kamarnya<br />“anak keberapa bu?” tanya pa Yuda<br />“anak pertama, baru kelas 2 SMP, yang bontot kelas 5 SD, anak kami dua ....”<br />“jadi begini bu pa, saya teruskan ya, kalau ga keberatan kami sudah berunding dengan suami saya sebagai wujud rasa syukur kami kepada Allah, besok ingin mengajak bapa dan ibu ke dealer mobil, dan bapa ibu silahkan pilih mobil mana yang cocok, yang disukai bapa atau ibu ....”<br />“sebentar, sebentar ...” pa hamid menyela “maksud bu laila ini kami mau dibelikan mobil, begitu maksudnya?”<br />“ya pa, dan bapa boleh memilih mobil mana yang bapa suka”. Saya lihat kening bu Hamid sedikit berkernyit memandang pa hamid, dan keduanya saling pandang keheranan dan wajah mereka kembali datar, biasa seakan tanpa emosi kegembiraan.<br />‘tidak, tidak bisa bu, pa, maaf kami ga bisa menerima kebaikan ini, maaf kami ga bisa”<br />“tapi pa, kami ikhlas ridho lillaahi ta’ala, dan ini sudah menjadi keputusan kami sekeluarga.”<br />“ga, kami ga bisa menerima ini, bukan kami sombong menolak karunia ini, bukan bu pa, maaf jangan salah faham”<br />“Bu, pa, izinkan kami berbuat baik kepada keluarga di sini, tolong pa, izinkan kami ....” suara bu laila sedikit bergetar .....”tolong pa bu, sekali ini saja bapa ibu di sini menerima kebaikan kami, tolong pa”<br />“maaf pa, bu, beri kami alasan yang jelas kenapa keluarga di sini menolak kebaikan kami, kenapa ?” pa Yuda penasaran<br />“sebenarnya begini pa Yuda, bu laila, kami bukan menolak karunia ini, tapi kami takut, takut sekali .....”<br />“takut apa pa, takut uang kami bukan uang halal?”<br />“bukan, bukan itu, kalau kami punya mobil kami takut terganggu ....”<br />“terganggu, …… maksudnya?” bu Laila penasaran<br />“begini, dengan adanya mobil nanti, pasti irama kehidupan kami bisa tergganggu ....”<br />“maksudnya terganggu bagaimana, kami ga faham.”<br />“begini, dengan adanya mobil, rutinitas kami sehari-hari, ibadah kami, bisa terganggu, dan tentu bapa ibu tahu rumah kami masuk gang, dan mobil tentu harus diparkir di depan, dan akan timbul umpatan-umpatan orang karena jalannya terusik, ga bisa lewat seperti biasa, dan setiap malam pasti pengaruh mobil itu ada, sudah dikuncikah, amankah diparkir di depan, akan timbul persoalan-persoalan baru di keluarga kami, pikiran-pikiran kekhawatiran tentang mobil tersebut yang ujung-ujungnya ya menggangu ketenangan jiwa kami, ga ah kami ga mau diperbudak oleh mobil, maaf....”<br />“Oh???”<br />“dan terus terang bagi kami bu pa kalau ada orang terganggu kenyamanannya karena parkirnya mobil tersebut, itu dosa bagi kami, bisa kami bayangkan kami diumpat, dicaci orang setiap malam, berapa dosa yang kami kumpulkan, maaf kami menolak dan mudah-mudahan pa Yuda bu Laila bisa menerima sikap kami” tegas pa Hamid.<br />Kami saling pandang, isteriku nampak bingung harus bicara apa ....’oh kalau begitu kami faham, sikap bapa jelas bagi kami, pada dasarnya bapa ga menolak pemberian kami…kan?”.<br />“kami berterima kasih, niat tulus pa Yuda dan ibu kami saksikan dan Allah maha tahu, jadi barang apa pun yang sifatnya mengganggu rutinitas ibadah kami dan dikhawatirkan bisa membelokan kami dari Allah, kami menolak. Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih kami kepada pa Yuda dan Ibu.<br />“begini saja pa hamid, kalau bukan mobil, bagaimana kalau komputer buat siapa tadi nama anaknya..... ahmad, ya ya ahmad, gimana?”<br />Pa Hamid dan Bu Aminah saling pandang satu sama lain “boleh, boleh, tapi kami ga faham soal komputer, coba saya panggil dulu anak kami ..... ahmad, mad” bu ahmad berdiri membuka gordin kamar anaknya....”oh lagi shalat’<br />“ya kami belikan komputer 1 unit lengkap dengan meja dan printernya, dari pada anak bapa tugas-tugas sekolahnya terganggu .... Setuju kan pa?”<br />“ya saya tanya ahmad dulu, nah ini anaknya. Nak, kalau komputer di rental itu suka rusak?”<br />“ya pa, sering eror, teman-teman juga sama ga bisa, tugas-tugas sekolah masih banyak ....”<br />“begini nak ahmad, kami mau belikan komputer baru buat nak ahmad lengkap dengan printer dan mejanya, tapi biasanya tugas dari sekolah belajar komputernya program apa saja?”<br />“pengetikan sama hitungan. Word sama excel pa”<br />“Ya besok pa Hamid sama saya berangkat ke Mangga dua, kita beli komputer baru, bagaimana pa?”<br />“Insya Allah, tapi kalau boleh usul, bagaimana kalau saya minta ditemanin pa burhan tetangga saya, dia juga suka jual komputer, suka servis, tapi sekarang ga jualan lagi”<br />“boleh, boleh, besok jam 9 saya jemput sekalian kita berangkat, bagaimana bu?” isteriku kaget .<br />“Oh ya ya boleh, tapi barusan terlintas dalam pikiran saya pa, mungkin rasa syukur kita akan lebih sempurna kalau kita berangkat ibadah haji sama pa hamid dan bu aminah, kita berangkat ibadah haji tahun ini, bagaimana usul saya?”.<br />“Subhanallah, Allahu Akbar”teriak bu Aminah dan kami saling pandang satu sama lain, iya baru terpikirkan oleh saya. Ya ya ibadah haji, bagaimana pa hamid?”<br />“subhanallah, itu dia cita-cita dan niat kami ingin sekali ke tanah suci, kami setuju, sangat setuju” mata pa Hamid dan bu Aminah berbinar-binar penuh kegirangan.<br /></div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-8560287962732568472011-05-27T21:10:00.000+07:002011-05-27T21:25:16.237+07:00Ketika Aku Tak Bisa Lagi Sekolah<div style="font-family:Arial; text-align:justify;">Cerita singkat ini hanya imajinasi nalarku yang berkelana ke tragedi gempa dan tsunami dan mencoba masuk dalam suasana asa ketakutan, kengerian yang tidak terperi, kesedihan, nelangsa saudara-saudaraku di sana. Tentu tulisan ini jauh dari musibah yang sebenarnya, sakit yang sebenarnya, nelangsa yang sebenarnya. Tapi aku mencoba berbagi perasaan. Mudah-mudahan Aceh bangkit dan jaya kembali sebagai sebuah serambi Mekkah, Penulis.<br /><br /><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 35%; height: auto;" src="http://maulanusantara.files.wordpress.com/2009/07/anak-putus-sekolah.jpg" border="0" alt="" />MINGGU PAGI yang cerah, angin berhembus perlahan, lembut dan dedaunan masih menyisakan embun sisa semalam, kehangatan matahari menembus ke bilik kamar bambuku, hangat dan membuat aku menggeliat bangun. Hari ini minggu, 26 Desember 2004 pukul 08.35, akh masih pagi, tokh sekolah libur, tokh orang-orang juga masih pada tidur, masih bermalas-malasan, akh, pagi ini apa acaraku ya, kumpul dengan teman, main ke pantai atau buka-buka buku pelajaran, wuah, malas aku. Tiba-tiba terasa goncangan yang cukup keras pada tempat dimana aku tinggal pada bale dimana aku sedang tiduran, gempa melanda, duh, besar amat ini gempa ko lama lagi, ya, ya masih terasa, aku segera keluar karena gubukku berderak-derak, ya tuhan aku takut, sungguh aku takut sekali, ko lututku menggigil tak bisa digerakkan.<a name='more'></a><br /><br />Gempa itu cekup keras dan lama, mungkin selama kurang lebih 1 menit, semua orang lari berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri, aku sendiri terkesima, darahku seperti berhenti seketika dan lututku seakan sulit untuk digerakkan, sekujur tubuhku menggigil, takut yang bukan alang kepalang, takut yang menimbulkan kebingungan, bingung yang menimbulkan kegelisahan dan kegelisahan yang menyiksa batin, ya batinku tersiksa sehingga tidak tahu harus berbuat apa, wuah pengalaman rohani yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya, untung ada tetanggaku yang segera menyadarkan aku untuk segera lari dan lari, ya, tapi lari kemana pak, gempa ini dimana-mana, ya, pokoknya lari nak. Di luar, di jalan-jalan, di lapangan terbuka orang-orang berkerumun saling pandang satu sama lain, mencari-cari; barangkali saudaranya masih ada, temannya masih ada, tetangganya masih ada. Wajah-wajah yang menampakkan kegelisahan, kebingungan, kecemasan dan nampak ini wajah-wajah yang penuh ketakutan, betapa tidak banyak rumah hancur, miring, dan terbelah. Puing-puing bangunan berserakan termasuk rumah bambuku rata dengan tanah.<br /><br />Sebagian ada yang sadar dan pasrah dan dari mulutnya tak henti-hentinya keluar ucapan-ucapan takbir, tahlil, lalu mereka bergerak kembali ke rumahnya masing-masing, yang sebahagian besar sudah hancur, barangkali masih ada barang yang bisa diselamatkan. Gempa telah lewat, bencana telah usai, demikian pikiran yang dapat saya baca dari mata dan wajah mereka, aku sendiri masih diliputi kengerian yang amat sangat, takut kembali ke bilik kamarku yang kini rata dengan tanah, lemari baju dan bukuku nampak seperti dilempar sampai berantakan, isinya berhamburan tak karuan, oh, gimana ini, gimana ngeberesinnya, gimana? gimana, mau disimpan dimana baju seragam dan buku sekolahku, aku melihat tetanggaku-tetanggaku semuanya juga sibuk membereskan rumahnya tapi ada yang berdiri melongo melihat rumahnya rata dengan tanah. Aku merenung, ko aneh perasaanku setelah gempa sehebat itu aku memperhatikan orang-orang di sekitarku tak banyak bercakap-cakap, tak banyak mengomentari peristiwa hebat tadi, ko pada diam tapi tangannya sibuk membereskan, merapikan rumahnya, aku menerawang ke angkasa, burung-burung laut yang biasanya lewat tidak ada, lho awan seperti enggan menutupi matahari yang mulai terasa sengatannya, biasanya perasaanku enggak begini, aneh aku jadi ingat kedua orangtuaku yang sudah tidak ada; aku terkesiap seakan-akan wajah ibuku muncul di hadapanku, waduh, pikiran apa ini, aku jadi sedih, sedih dan nelangsa, tapi aku sendiri bingung. Tak bisa dibendung perasaan rindu itu terus mengusik batin, ibuku lagi apa yang di surga, ayahku lagi apa? Yakh, aku jadi ingat peristiwa tenggelamnya kapal kami di pantai Lhok Nga, ibu dan ayahku terseret ombak dan tenggelam ...... Tiba-tiba di tengah lamunan aku dikagetkan suara orang-orang berhamburan, berlarian sekencang-kencangnya; aku terkesiap, teriakan orang samar-samar kudengar .... Airrr aiiirrr air laut pasang dan teriakan itu semakin jelas dari orang-orang pantai yang menuju kearahku, ya tuhan, ada apalagi? Aku melihat sepintas ada orang yang membawa anak-anaknya di tangan kanan dan kiri, dan nampak bagiku kedua anak kecil itu bukan dibawa tapi diseret, lho, ada apa ini ????, Tiba-tiba di hadapanku seorang ibu lari kesana kemari sambil menggendong sesuatu; “diam nak, cup cup jangan nangis, diam ya, diam sayang cup, cup” tapi aku tidak melihat seorang bayi pun di gendongannya, itu kan cuma guling, ya itu hanya guling, .... Bu! Bu!Bu! Tapi si ibu itupun lari tunggang langgang mengikuti gelombang manusia yang lari, ada apa ini? Kiamatkah? Aku menerawang jauh ke lepas pantai tapi tidak bisa karena terhalang tembok bangunan yang sebagian masih utuh dan pepohonan yang masih berdiri kokoh, dan tiba-tiba suara gemuruh panjang bagai pesawat terbang memekakkan telingku dan seketika hentakan benda keras namun dingin menerpa tubuhku, glek glek air, ini air...... ya ini air laut, ya nafasku tersekat ketika rasa asin melumat lidahku, dan air ini arusnya deras sekali menggulung dan terus menggulung tubuhku dan menghisap benda apa saja yang digilas air ini termasuk tubuhku yang mengap-mengap mencari benda-benda yang bisa kuraih dan tiba-tiba sebuah benda keras menghantam kepalaku, dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Dan tentu saja aku tidak bisa melanjutkan kisah ini.<br /><br />Desember 2004.</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-54057084882729965462011-05-27T21:00:00.000+07:002011-05-27T21:03:30.348+07:00The Cage (Kerangkeng)<div style="font-family:Arial; text-align:justify;"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 35%; height: auto;" src="http://diaajeng.files.wordpress.com/2009/02/tiger-tatianagif.jpg" border="0" alt="" />Tulisan ini sekedar auto-kritik atas penomena akhir-akhir ini yang penulis temukan dari peran para ulama, kiyai, muallim, ustadz/dzah yang memenjarakan diri dan ilmunya pada kandang-kandang yang berjeruji kelompok, golongan juga partai. Kemandirian peran seorang ulama, seorang alim, kiyai telah terkontaminasi oleh syahwat kebutuhan sesaat, peristiwa sesaat (pileg, pemilu, pilkada, pilgub) dengan mengorbankan peran keabadian fungsi berdiri di atas semua golongan, kelompok juga partai. Tragis!<br /> <br />Cerita I<br />Dua orang pemburu sedang membidik seekor menjangan di hutan belantara, ketika terdengar suara erangan harimau, mereka lari terbirit-birit mencari tempat perlindungan, memanjat pohon. Auman harimau itu semakin jelas terdengar, dekat …. Dan memang benar, seekor macan loreng sedang mengais-ngais hidungnya ke batang pohon, matanya kecil tajam mendongkak melihat ke atas dan mengitari pohon sambil memperlihatkan taringnya kemudian menggerang kembali, grrgh….gerrrgh kedua pemburu itu menggigil ketakutan, wajahnya pucat pasi, takut yang bukan kepalang, tanpa mereka sadari celana mereka basah.<a name='more'></a><br /><br />Cerita II<br />Minggu siang di Kebun Binatang “Ragunan” Jakarta seorang anak sedang mencoba mempermainkan seekor macan loreng, dari luar jeruji kandang dia lempar macan tersebut dengan beberapa butir kacang, harimau itu hanya menggerang kecil, menguap. Anak itu mengambil beberapa kerikil dan melempar macan tersebut dan macan tersebut lari sembunyi ke balik batu, ketakutan ….. tapi tidak basah.<br /><br />Cerita III<br />Di sebuah pesantren, sebuah forum pengajian seorang kiyai sedang memberi ceramah kepada jamaah yang terdiri atas kaum bapa-bapak dan ibu-ibu. “bapa-bapa ibu-ibu mau ke surga ga?!!” serentak yang hadir menjawab “mauuuu”, “bapa-bapa, ibu-ibu tidak mau ke neraka, kan?!” “ serentak mereka kembali menjawab “tidaaaak!!!”<br />“nah kalau bapa-bapa dan ibu-ibu mau ke surga dan tidak mau ke neraka, maka nanti pada tanggal pemilihan calon legislatif bapa-bapa ibu-ibu harus mencontreng nama Pa kuyup sebagai calon wakil kita di dewan. Dan alhamdulillah pa Kuyup sudah hadir di hadapan kita untuk memberikan sambutannya. Silahkan pa!” Pa Kuyup berdiri dan nampak pecinya agak longgar karena isterinya beli di pasar salah nomor, dasinya totol-totol juga kegedean, kontras dengan warna baju dan celananya, tetapi nampak dia penuh percaya diri “ Awewe, bapa dua ibu dua (maksudnya : assalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh, bapa-bapa ibu-ibu. Pa Kuyup baca sesuai dengan tulisan anaknya semalam yang senang smsan; a w w, bapa2 - ibu2) pilih saya nanti maka pembangunan di kampung kita bisa dilaksanakan secara hev by hev (maksudnya step by step, anaknya salah dengar dan salah tulis), ……………………………………. Pengajian usai bubar dan pulangnya masing-masing jamaah mendapat amplop limaribuan.<br />Ketiga cerita di atas adalah imajinasi penulis untuk menggambarkan betapa sosok seorang ulama, kiyai yang seharusnya menjadi macan berwibawa di hutan belantara, yang ditakuti segenap hewan di sekitarnya karena aumannya (ilmunya yang mumpuni), karena taringnya (lidah dan suaranya yang keras, lembut dan menyejukkan juga bisa menakutkan) dan karena kukunya (daya cengkram akidahnya yang kukuh, teguh, serta kekuatan fisiknya yang prima) juga larinya yang kencang teratur dalam menangkap perubahan jaman kini tidak lagi menyejukan, menakutkan, tak lagi menyeramkan, tak lagi membuat kuduk berdiri dan tak lagi membuat basah. Sang kiyai telah dikerangkeng bahkan telah mengkerangkengkan dirinya sendiri dalam suatu sangkar (kandang) yang bernama golongan, partai dan kelompok. Bahkan kesombongan karena kebesaran namanya, ketenaran lembaga pendidikannya, karena jumlah jama’ahnya yang banyak, tega-teganya dia mereduksi fungsi dan perannya dengan memanfaatkan dalil-dalil agama untuk menguatkan keberpihakannya pada kelompok, golongan dan partai. Tragis.<br /><br />Kontaminasi peran ulama<br />Ulama adalah seorang yang memiliki ilmu, baik ilmu tentang dalil (petunjuk) kehidupan di dunia juga dalil-dalil tentang kehidupan masa depan (akhirat), ulama adalah warotsatul anbiyaa (pewaris para nabi), ulama adalah yang memfungsikan Alqur`an sebagai rahmatan lil ‘alamin (yang mendidik, mengopen, mengayomi dan memelihara semesta alam; termasuk di dalamnya mengajar dan mendidik manusia dengan keanekaragaman ras, suku, budaya dan daerah). Ulama adalah solusi bukan yang disomasi, ulama adalah suri bukan duri, ulama adalah dian bukan kelam, ulama adalah cahaya bukan gulita, ulama adalah perajut bukan penghasut, ulama adalah abadi bukan nisbi serta ulama adalah awal dan akhir pendidik ummat manusia.<br />Oleh ulamalah seharusnya sekat-sekat primordialisme diurai, sekat-sekat golongan ditiadakan, karena orang – orang muslim itu adalah ummatan wahidah (umat yang satu). Dan melalui peran serta fungsi para ulamalah umat Islam digerakan untuk hanya memiliki satu ideologi, satu partai politik, agar pewarnaan pemerintah baik yang duduk di parlemen, eksekutif bisa diwujudkan. Lurus akidah dan bagus ibadahnya. Oleh ulama pulalah optimisme kehidupan seseorang, masyarakat dan warganegara menjadi hidup dan dihidupkan serta melalui peran ulama pulalah ummat manusia menjadi tahu makna dan arti kehidupan.<br />Konsep indah – ideal ini sulit dilaksanakan karena fakta menunjukkan para ulama, kiyai, mualim, ustdaz/dzah justru banyak yang telah tega mengkerdilkan peran dan fungsi dirinya dalam kandang-kandang golongan, kelompok dan partai, sehingga auman ‘amar ma’rufnya tak lagi didengar, fals, sumbang, ngosom, balelol. Lidah dan taringnya tak lagi tajam dan kukunya tak mampu mencabik-cabik fahsya ‘anil munkar dan larinya tak lagi gesit dan kencang karena sarat dengan beban kepentingan sesaat yang ditumpuk di punggungnya.<br />Kelangkaan ulama yang waro’, tawaddu’, mukhlis serta mukhsin kini sulit dicari. Tetapi, yakin masih ada, dan Allah maha tahu itu. Mana para ulama yang rendah hati, ikhlas, satu ucapan satu perbuatan, tidak sombong, tidak memihak kepada persoalan-persoalan parsial, tidak berani menjual dan menukarkan fungsi dan perannya dengan nilai-nilai materi yang sedikit, tidak menjadi corong sang pengusaha, konglomerat, penguasa serta pejabat yang jahat.<br />Barangkali, tetapi penulis yakin, masih ada para ulama di sekitar kita, petani yang ikhlas memakmurkan bumi, para peternak yang lembut dan sabar, nelayan yang mengais karunia di lautan, para pedagang yang jujur di pasar-pasar, para sopir yang hati-hati dan amanah, serta mereka-mereka yang berprofesi tenaga dan jasa. Ruh keikhlasan, rendah hati pada jiwa-jiwa mereka serta rasa takut yang akut kepada Allah ketika menjalankan fungsi dan perannya, itulah ulama yang sebenarnya. Semoga !!<br /><br />Bogor, Januari 2009.</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-22998860619258151752011-05-27T20:50:00.000+07:002011-05-27T21:26:51.259+07:00Fenomena Pilkada (Beli Karung Tanpa Kucingnya)<div style="text-align: justify;font-family:Arial;"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 35%; height: auto;" src="http://matanews.com/wp-content/uploads/kpu_ilustrasi_bjc.jpg" alt="" border="0" />(Tulisan ini tidak disertai validitas data yang akurat, tetapi hanya didasarkan atas obrolan, bisikan, dan keluhan serta informasi dari media cetak dan elektronik dan kesimpulan yang bersifat sumir dari beberapa kasus yang terjadi di negeri ini tentang proses demokratisasi kepemimpinan melalui pemilu, pilpres, pilgub, pilkada).<br /><br /><b>KARUNG TANPA KUCINGNYA</b><br />Sebuah baliho dengan warna mencolok berukuran 12 x 10 m2 terpampang di persimpangan jalan protokol dengan tampilan foto calon kepala daerah ukuran besar tetapi hurup kecil, namun masih bisa terbaca dengan tulisan “MARI KITA JAGA PERSATUAN DAN KEUTUHAN NKRI”.<a name='more'></a><br /><br />Memaksakan ciri sebagai negara demokrasi di Indonesia adalah memang harus ada pemilihan umum (general election), sebelum pemilu ditandai dengan pengenalan para calon pimpinan, sosialisasi calon melalui brosur, sticker, spanduk, baliho dengan foto close-up yang dishoot dari berbagai posisi, dipasang di jalan-jalan protokol, ditempel di tembok-tembok rumah orang, di tiang listrik, di pohon-pohon, di bis, angkutan kota juga di angkutan pedesaan, maka semaraklah kota, desa dengan spanduk penuh warna-warni, maka sibuk pulalah para publisher/percetakan meraup rejeqi, juga sosialisasi sang calon melalui media cetak, elektronik, dan yang tak kalah menariknya adalah sang calon turun ke bawah, menemui rakyat konstituennya, ikut suling (subuh keliling), ikut tarling (tarawih keliling), ikut jumling (jum’at keliling) ‘jadi ikut eling’, ikut berpartisipasi keliling langsung dengan aktifitas rakyat sehari-hari, sambil tak lupa menebar senyum, menebar pesona, menebar dana dan juga menebar janji. Tak segan-segan sang calon turun ke pasar yang becek tanya harga ini – itu, tanya harga laja yang dipegang jahe, simpatik sekali. Betapa lembut penampilannya, betapa murah senyumnya, betapa ramah tutur katanya, betapa murah tangannya dengan membagi-bagi duit, bagi-bagi proyek bodong, betapa dan sejuta betapa bodong lainnya. Rakyat terkesiap, jadi kaget, jadi manut, jadi mumpung, jadi pintar melihat dan memanfaatkan situasi. Betapa sejuta betapa jadi lainnya dimanfaatkan, …… lumayan ‘rejeki’ limatahunan.<br />Tim sukses menyusun strategi dan taktik, menguras otak, menguras tenaga, menguras karakter dan profil sang calon yang diusungnya sambil tak lupa budaya ABS mulai dikembangkan, Insya Allah sukses pak, Insya Allah jadi pak, Insya Allah mendukung pak, betapa penjilatan dan betapa sejuta Insya Allah lainnya ditebarkan. Sang kandidat manut-manut senyum, bangga, senang, adrenalin percaya dirinya naik, sambil tak lupa berbisik, tolong yang ini, yang itu amankan, awasi dan gosok terus.<br />Sebatas itulah fenomena demokrasi yang dikembangkan oleh kita, demokrasi jalan pintas, demokrasi yang akan melahirkan kebodohan, demokrasi yang terkesan asal-asalan, demokrasi yang akan melahirkan kemunafikan dan demokrasi yang akan melanggengkan sikap dan perilaku korup, dan demokrasi yang tak jelas juntrungannya, …… Sungguh menyedihkan.<br />Tak sedikit jumlah dana yang dikucurkan pemerintah (uang rakyat, juga) dimanfaatkan untuk menyukseskan pesta demokrasi ini, untuk memilih, menyaring, menyeleksi kandidat masa depan yang ternyata, maaf malah bikin runyam dan suram.<br />KPU, KPUD, ikut sibuk mengajukan proposal jumlah kebutuhan biaya hajatan rakyat ini, tim sukses sang calon pun tak mau ketinggalan mengajukan pula jumlah kebutuhan biaya kampanye, biaya konsolidasi, biaya pengkaderan. Sang calon pun ikut-ikutan sibuk menawarkan kepada para usahawan, jutawan, miliunerwan barjaining proyek apa yang harus digoalkan, diamankan apabila dia terpilih jadi nomor satu di wilayahnya, biar support dana kampanye turun. Dan ini yang menyedihkan; sang calon telah lebih awal menjual diri dan kepercayaan dirinya bahwa dia akan terpilih. Dan apabila tidak terpilih, maka ngamuklah ia bersama-sama dengan pendukungnya, sejuta alasan dicari, direkayasalah, kecurangan terjadilah, banyak pencoblos bayaranlah, betapa sejuta banyak alasan kekalahan diperkarakan. Karena dia harus membayar kembali dana yang dikucurkan sang konglomerat. Dan apabila dia menang?, maka bersiap-siaplah ia untuk menarik dana kembali dengan sejuta aturan, dengan sejuta sogokan dan sejuta kedipan mata dan sejuta pesan singkat, dan mulai pulalah dunia sogok dinyanyikan dan justru inilah awal korupnya sistem pemilihan pemimpin kita.<br /><br /><b>SLOGAN vs PROGRAM</b><br />Suram? Ya! karena yang dijual para calon pemimpin lewat sticker, spanduk, baliho hanya foto dan kata – kata simpatik yang sudah lumrah, sloga-slogan klise misalnya :<br />"SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA", "SELAMAT IDUL FITHRI", "SELAMAT, SEMOGA MENJADI HAJI MABRUR”, “SELAMAT NATAL DAN TAHUN BARU", "MARI SELAMATKAN GENERASI KITA DARI BAHAYA NARKOBA”, "MARI SUKSESKAN GERAKAN WAJAR SEMBILAN TAHUN", "MARI BEBASKAN PENDIDIKAN 9 TAHUN DARI SPP”, “MARI SELAMATKAN RAKYAT DARI KEMISKINAN" dan betapa mari sejuta mari lainnya dikumandangkan. Ini tidak mendidik, ini tidak sehat, ini tidak demokratis, ini hanya akal-akalan, ini tidak menyentuh substansinya. <br /><br /><b>SELAMATKAN DEMOKRASI KITA</b><br />Dunia ICT (Information Communication Technology) sekarang ini sebenarnya banyak memberi peluang dan kesempatan yang terbuka luas untuk mensosialisasikan program dan agenda jangka panjang limatahunan, sepuluhtahunan sang calon pemimpin. Kenapa media cetak (koran, majalah) tidak dimanfaatkan untuk mencerdaskan rakyat dalam berdemokrasi. Bila perlu dan harus, booking 2 - 4 halaman penuh koran baik lokal maupun nasional selama dua minggu berturut-turut, ajukan program-program realistis sang calon lengkap dengan analisa-analisa ilmiah tentang potensi daerahnya, tentang SDM (berapa usia produktif, berapa usia sekolah, berapa jumlah penduduk yang miskin) yang ada di wilayahnya, kemukakan solusi-solusi logis, dari nilai-nilai kelemahan dan kekuatan dari potensi-potensi alam dan manusianya. Buka program ini di koran-koran dan beri kesempatan rakyat mengkritisi rencana program-program sang kandidat, tentunya dengan bahasa yang mudah dicerna oleh seluruh lapisan masyarakat. Ajak masyarakat terlibat langsung dalam berfikir, bertindak dan bertanggungjawab atas kondisi wilayahnya, tentunya ajakan ini harus melalui pendekatan tertentu; melalui questioner, melalui surat terbuka di koran, bila perlu buka nomor ponsel sang calon atau tim suksesnya. Jelaskan kepada rakyat bahwa wilayah kita lima sepuluh dan duapuluh tahun mendatang diprediksikan seperti apa (walaupun dia tidak terpilih, tokh dia sudah membuktikan kepeduliannya untuk membangun daerahnya; dan ini salah satu satu karakter pemimpin.) Dia kemukakan angka-angka hitungan logis; ekonomi kita akan bangkit ataukah akan terpuruk, model sistem pendidikan bagaimana yang hendak dikembangkan, apa saja pondasi-pondasi kekuatan yang harus dipancangkan. Dari pada menjual tampang di sticker, spanduk, baliho, alangkah lebih fair dan bagusnya sang calon menampilkan kecerdasan, kecermatan tentang kondisi wilayah yang akan dipimpinnya, potensi keunggulan, potensi kelemahan dan solusi-solusi alternatif problem wilayahnya dan Insya Allah rakyat akan ikut berpartisipasi secara sehat, cerdas dalam demokrasi ini.<br /><br /><b>PEMIMPIN vs PEMIMPI</b><br />Jargon-jargon lama, slogan-slogan klise, kosong, bodong terus digelontorkan, untung rakyat tidak muntah juga. ‘Kalimatun haq uriidu bihii baathilun” kalimat-kalimat indah disusun, seruan-seruan kebaikan terus dikumandangkan tetapi dibalik semua itu punya niat dan motivasi buruk, bathil. “Kaburo maqtan ‘indallaahi an taquulu ma laa taf`aluun; “Sungguh sangat besar kebencian Allah kepada orang yang mengajak kebaikan tetapi dia sendiri tidak berbuat”.<br />Kriteria seorang calon pemimpin yang memiliki leadership mumpuni akan bisa dilihat pada 4 karakter yang merupakan rumusan pasti dari pribadi Rasulullah Muhammad Saw, yakni:<br />Karakter Amanat; menjaga betul apa yang menjadi tanggungjawabnya tidak menghianati apa yang diamanatkan dalam jabatannya baik sebagai pemimpin negara, menteri-menteri negara, pemimpin propinsi, kabupaten, walikota juga pemimpin perusahaan-perusahaan BUMN, BUMD dan BUMS. Nurani sucinya tidak akan sanggup untuk menghianati apa yang telah menjadi tanggung jawabnya. Peraturan-peraturan yang akan dibuat pun tidak akan merugikan rakyatnya, pemimpin yang amanat akan berhati-hati ketika tandatangannya digoreskan pada sebuah peraturan, dengan bismillah dan selalu memohon perlindungan Allah SWT dia akan berfikir sejuta kali; apakah dengan tandatangan saya ini rakyatku jadi kelaparan; apakah akan memiskinkan dan menyengsarakan rakyat. Betapa dan betapa sejuta apakah dia perhitungkan secara cermat dan ekstra hati-hati.<br /> <br />Karakter Fathonah; cerdas, smart, cermat, cerdik, dan pintar; cakap dalam membaca potensi dari keunggulan dan kelemahan rakyatnya, pemetaan wilayah kekuasaannya dibuat berdasarkan potensi daya dukung alamnya serta mampu membuat solusi-solusi alternatif, dan yang lebih penting adalah mampu mencerdaskan rakyatnya, karena kecerdasan rakyat merupakan modal utama dan pertama dalam membangun daerahnya. Sementara di lapangan banyak para pemimpin menganut dan menerapkan teori Lord Shang “a stronge state is a weakening people, a weakening people is a stronge state; kalau negara mau kuat lemahkan rakyatnya, kalau rakyat lemah maka negara akan kuat.” Seorang Salman Al Farishi dari Persia yang baru dua minggu masuk Islam, karena kecerdasannya diberi kehormatan, kesempatan dan kepercayaan oleh Rasulullah untuk menterapkan sistem pertahanan khandaq (parit) dari serbuan tentara kafir quraisy dan ternyata tepat dan akurat.<br /><br />Karakter Shiddiq; jujur, credible dapat dipercaya, bukan pendusta (kidzib) apalagi berbohong untuk urusan-urusan publik (rakyat). Para kandidat pendusta karakternya lebih mendekati pada watak plin-plan, tidak tegas, angin-anginan, pagi ngomong A sorenya ngomong B, mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan segelintir orang. Dan ini yang lebih mencirikan seorang pendusta politik; senang mengedepankan tampilan fisik untuk menyembunyikan ketidakjujurannya.<br /><br />Karakter tabligh; menjelaskan tidak menyembunyikan kebenaran, baik untuk dirinya sendiri apalagi untuk rakyatnya. Dia open di media elektronik dan cetak, dia jelaskan kepada rakyat tentang pentingnya kebijakan ini diambil, diputuskan. Dia buka latarbelakang sebuah keputusan dan tujuannya bagi rakyat kebanyakan. Secara gamblang dia jelaskan kepada rakyat manfaat dari kebijakan yang harus didukung ini. Dalam kehidupan pribadinya juga dia berani membuka kebenaran walaupun bisa menyakitkan diri dan keluarganya, dia jelaskan jumlah kekayaan pribadinya, dia jelaskan pula asal sumber keuangannya.<br />Keempat karakter di atas akan lebih bernilai apabila didukung dengan sikap keteladanan/akhlaq sang kandidat. Inilah calon pemimpin yang bukan pemimpi. Kalau sang kandidat ternyata bodong, blo’on, bodoh, suka berkhianat, suka ngibul, suka menyembunyikan kebenaran suka bagi-bagi duit dan rakyat masih saja mau menerima dana sepuluh ribuan, duapuluh ribuan, limapuluh ribuan (walaupun bukan duit pribadinya) dan seterusnya untuk memilih anda, maka hakikatnya kita telah menjerumuskan diri sendiri, merusak nilai-nilai demokrasi dan sekaligus menghancurkan negeri ini. Karena kita melihat sang kandidat lebih mengedepankan tampilan fisik, sogokan materi ketimbang otak dan kemampuannya, dan karena tidak semua rakyat suka jadi pemilih bayaran, tidak senang memenjarakan nurani luhurnya dijeruji nilai nominal (fulus) dan terus terang saja rakyat kita sekarang malas beli karung tanpa ada kucingnya. Nah lho!<br /><br />Bogor, Desember 2007</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-34431864088246609012011-05-27T20:40:00.000+07:002011-05-27T21:27:07.484+07:00Mencari Format Pemimpin Ideal<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Pidato monumental Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., ketika dilantik sebagai khalifah pertama diabadikan dalam ucapannya :<br /><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;"><span lang="AR-SA" style="font-size: medium;">يأيهاالناس فإنى قد وليت عليكم ولست بخيركم فإن احسنت فأعينونى وإن أسـات فقومونى, الصدق أمنة والكذب خيانة</span><span dir="LTR" lang="EN-US" style="font-weight: normal;"> <o:p></o:p></span></div>“Wahai segenap rakyatku, terpilihnya aku sebagai pemimpin kamu, bukan berarti aku yang paling baik di antara kamu, paling berjasa di antara kamu, paling bersih di antara kamu, paling suci diantara kamu, bukan !. tetapi bila aku berbuat baik untuk rakyat bantu aku dan apabila aku berbuat salah maka tegurlah aku, kebenaran itu adalah amanat dan kebohongan itu adalah khianat. Siapa saja yang merasa dirinya kuat di antara kamu maka dia lemah di hadapanku sehingga aku harus mengambil kekuatannya untuk memenuhi hak-hak rakyatku, dan siapa saja yang merasa dirinya lemah di antara kamu, maka dia kuat di hadapanku, sehingga aku harus menunaikan kewajibanku menghapuskan kelemahannya. Taatilah kalian kepadaku selagi aku mentaati Allah dan rasulNya, dan apabila aku tidak mentaati Allah dan rasulNya maka tidak ada kewajiban bagi kalian mentaatiku”.<o:p></o:p><a name='more'></a><br />Islam memandang persoalan kepemimpinan sebagai persoalan biasa untuk estafeta kekhalifahan/kepemimpinan di negeri ini, menjadi luar biasa ketika para ambisius berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin, para tim sukses pun tak segan-segan menyerang dan menelanjangi kelemahan lawan politiknya, bahkan ras, suku dan agamapun mungkin jadi dalil-dalil pembenar yang dipaksakan, na’udzubillah. <br />Seharusnya suksesi kepemimpinan tidak harus diluarbiasakan sedemikian rupa, kesan punya niat yang tidak tulus, riya, umbar janji, umbar prestasi, umbar prestise makin jelas diperlihatkan dan dipertontonkan. <o:p></o:p><br />Belum penulis temukan satu hadits pun yang menyatakan rasulullah berani memproklamirkan dirinya sebagai orang yang lebih baik, lebih bersih, lebih peduli, lebih berjasa, lebih cepat, lebih profesional. Yang penulis ketahui Rasulullah adalah yang paling takut dibenci dan dimurkai Allah, sehingga dia senantiasa meminta ampunan siang dan malam kepada Allah padahal dia adalah orang yang dima’shum (dipelihara dari segala dosa dan kesalahan). <o:p></o:p><br />Estafeta kepemimpinan merupakan sunnatullah yang mengajarkan kepada kita bahwa tiga orang yang berkumpul, salah satunya harus menjadi pimpinan, demikian halnya suatu bangsa dalam suatu teritorial maka harus menentukan siapa yang menjadi pemimpinnya. <o:p></o:p><br />Mekanisme memilih pemimpin diserahkan kepada manusia (antum a’lamu bi’umuri dun yakum : kalian lebih tahu persoalan – persoalan teknis duniawi. Begitu Rasulullah berpesan), ada yang melalui proses demokrasi (general election, pemilihan umum), monarchi (diwaritskan).<o:p></o:p><br />Pimpinan dipilih pada prinsip dasarnya untuk membawa rakyat negara tersebut agar senantiasa mengingat Allah sebagai sang pencipta, pengatur, pembimbing, pelindung, pengayom dan penghukum. Maka seorang pemimpin manusia untuk manusia (rakyat, people, citizen) hendaknya memiliki kafasitas ilahiyah. Artinya mampu dan mau melaksanakan apa yang menjadi perintah-perintah Allah dalam Alqur`an dan apa-apa yang menjadi laranganNya, maka secara mendasar konsep kepemimpinan harus mengacu pada kemampuan mengajak rakyatnya menjadi hamba-hamba Allah, baik dalam persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Karena Islam adalah totalitas; ajarannya meliputi segenap aspek kehidupan, baik pribadi, sosial, hukum, ekonomi, politik dan budaya (Gh. Jansen “Totalitas Islam”). Kebijakan-kebijakan peraturan yang dibuat sang pemimpin bukan menjadikan warganegara/rakyatnya justru semakin jauh dari Allah, baik peraturan yang menyangkut pendidikan, hukum, sosial kemasyarakatan juga politik.<o:p></o:p><br />Kesulitan rakyat menentukan harus siapa yang menjadi pemimpin mereka, maka Islam (melalui pesan Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Imam Ahmad) memberikan jalan petunjuk dengan beberapa pedoman di bawah ini :<o:p></o:p><br /><div style="text-align: center;"><span dir="RTL" lang="AR-SA">يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله, وإن كانوا فى القراءة سواء فأعلمهم بالسنة, وإن كانو فى السنة سواء فأقدمهم هجرة, وإن كانو فى الهجرة سواء فأقدمهم ســّنا<o:p></o:p></span><span lang="EN-US"> </span></div>“Kriteria pemimpin suatu kaum (rakyat, warganegara) adalah pertama dilihat siapa di antara para calon yang paling memahami kitabullah (hukum-hukum Allah), apabila mereka memiliki kemampuan yang sama, maka cari di antara para calon itu siapa yang paling memahami sunnahku (aplikatif terhadap nilai-nilai atau isi ajaran Islam melalui suri tauladan perilaku keseharian Rasulullah), apabila di antara mereka memiliki kefasitas dan kemampuan yang sama, maka lihat siapa di antara mereka yang melakukan hijrah pertama (perubahan perilaku dari yang buruk kepada yang baik, mereformasi diri dan keluarganya untuk mentaati hukum-hukum Allah), apabila pada para calon itu ditemukan kesamaan kafasitas dan kemampuan melakukan hijrah, maka cari di antara calon calon tersebut dari segi usia, siapa yang lebih tua usianya di antara ketiga calon tersebut.” <o:p></o:p><br /><b>Pertama</b> : perhatikan secara cermat di antara para calon mana di antara mereka yang bisa membaca kitabullah, dalam arti memahami hukum-hukum Allah, baik yang menyangkut hukum hubungan manusia dengan Allah, hukum hubungan manusia dengan manusia dan hukum hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Bila kapasitas dan kemampuannya sama lihat yang <b>kedua</b>. <o:p></o:p><br />Perhatikan secara cermat di antara para calon mana di antara mereka yang paling memahami dan mau mengikuti sunnaturrasulullah. Bila kapasitas dan kemampuannya sama lihat syarat yang <b>ketiga</b>. <o:p></o:p><br />Perhatikan secara cermat di antara para calon mana di antara mereka yang paling dahulu melakukan hijrah (mereformasi; perubahan perilaku diri dan keluarganya untuk mau melakukan syarat pertama dan kedua). Bila kapasitas dan kemampuannya sama lihat syarat yang <b>keempat</b>.<o:p></o:p><br />Perhatikan secara cermat di antara para calon mana di antara mereka yang paling tua dari segi usia; tidak hanya tua dalam arti biologis tetapi tua dalam pengamalan melaksanakan syarat memahami kitabullah (baik segi bacaannya maupun isi kandungan Alqur`an), tua dalam pengamalan melakukan nilai-nilai sunnaturrasulullah dan tua pengamalan dalam melakukan reformasi (hijrah).<o:p></o:p><br />Bila ditemukan pada calon – calon itu tidak memenuhi syarat syarat di atas, maka cari yang sedikit membawa madharat tetapi ada mashlahatnya bagi ummat. <o:p></o:p><br />Bila para calon inohong ini ternyata memiliki kafasitas dan kemampuan yang sama serta memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, maka <b>ISTIKHARAH</b> menjadi wajib bagi kita. <o:p></o:p><br /> <br /><span dir="RTL" style="font-size: x-small;">Sukabumi, 24 Nopember 2009<o:p></o:p></span></div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2505301863620847070.post-69048146601308051012011-05-27T20:30:00.000+07:002011-05-27T21:27:28.548+07:00Nyanyian Kemiskinan (Sepenggal Puisi Pinggiran)<div style="text-align: center;">Di negeri ini, orang miskin bisa jadi apa saja<br />Di negeri ini, si miskin bisa tidak jadi apa-apa<br />Di negeri ini, orang miskin bisa makin miskin<br />Di negeri ini, orang miskin bisa dijual<br />Dijadikan proyek politik<br />Dijadikan kendaraan politik<br />Dijadikan tunggangan politik<br />Bahkan bisa dijadikan sarana kritik<br />Orang-orang licik dan picik<br />Orang miskin di negeri ini dipelihara<br />dirawat, diurus, dielus-elus dan dilestarikan<br />tapi bukan dibangkitkan<br />bukan pula disadarkan<br />apalagi diberdayakan<a name='more'></a><br />Orang miskin di negeri ini<br />bisa membuat orang jadi kaya<br />karena miskin bisa berarti uang<br />bisa dijual kemiskinannya<br />perutnya yang busung<br />matanya yang kuyu<br />iganya yang keluar<br />rumahnya yang kardus<br />airmatanya yang menetes<br />jadi nampak indah dan menggugah<br />dalam sebuah jurnal dan proposal<br />Di negeri orang miskin ini<br />angka-angka kemiskinan dimatematikakan<br />seratus ribu satu bulan<br />berpacu dengan harga-harga sembako<br />limaratus ribu satu bulan<br />Di negeri orang miskin ini<br />yang punya uang selalu cari peluang<br />untuk proyek pengentasan kemiskinan<br />bila perlu anak, cucu, istri, ponakan<br />tetangga dimiskinkan data-datanya<br />Dimiskinkannya orang-orang di negeri ini<br />karena pejabat, birokrat, teknokrat<br />yang mentalnya memang miskin<br />tak bisa bikin aturan yang miskin jadi produktif<br />karena kreatifitas otak mereka juga miskin<br />Sang kyai membedah dalil-dalil kemiskinan<br />Sang ekonom membesut kiat-kiat pembedayaan<br />di sebuah meja saresehan<br />sambil sesekali menyeka mulut dan janggutnya<br />karena terselip sebulir sisa nasi makan siang<br />akh, moga-moga amplopnya nanti<br />bisa menambah deposit income kendaraan<br />Sebuah nyanyian kemiskinan dikumandangkan<br />tentang perut yang lapar<br />tentang pendidikan yang mahal<br />tentang kesehatan yang mahal<br />tentang kebutuhan hidup yang mahal<br />sebuah nyanyian kemiskinan<br />tak pernah dihubungkan<br />dengan ajaran tuhan<br />dengan makna keberkahan<br />dengan makna kasih sayang tuhan<br />dengan makna ujian tuhan<br />dengan makna keharusan bersabar<br />dan berjuang<br />Kayanya orang-orang miskin di negeri ini<br />telah disindir baginda Muhammad Rasulullah SAW<br />sebuah mangkuk sup di meja makan orang kaya<br />jadi air raksa neraka<br />bila si miskin tetangganya menghirup<br />hanya baunya saja<br />Di negeri kayanya orang-orang miskin ini<br />telah diajari Khalifah Umar berulangkali<br />tentang pencuri yang miskin<br />yang divonis adalah<br />tetangganya yang kaya<br />tapi miskin amal kebajikan<br />miskin berbagi<br />miskin peduli<br />tak peduli berbagi<br />Telah miskinlah negeri yang kaya ini<br />Batu dan kayu tak lagi jadi tanaman<br />Melainkan menjadi padang gersang dan banjir bandang<br />Karena hutan telah dimiskinkan<br />dari pohon-pohonnya<br />karena kayu-kayunya telah digelondongkan<br />ke negeri jiran<br />pulau-pulau terluar<br />tak lagi jadi penghubung<br />dan pemersatu negeri<br />karena tertulis di atasnya<br />“privacy”<br />“sold out”<br />“Beware of dog”<br />“belong to Mr. John Tore”<br />tintanya dari<br />keringat bangsa pribumi<br />Daratan telah menjadi gurun gersang<br />Jadi ladang pembantaian<br />para investor pendatang<br />batubara, emas, timah, nikel, gas, minyak bumi<br />digerus,<br />dibesut,<br />dijarah<br />digali<br />dieksploitasi<br />kita saksikan semua<br />dengan<br />gigit jari yang tak lagi bergigi<br />dan tak lagi berjari<br />akhirnya,<br />telah menjadi kayalah negeri ini<br />dengan orang-orang miskin<br />dengan hutan yang miskin<br />dengan daratan yang miskin<br />dengan lautan yang miskin<br />dengan jiwa-jiwa yang miskin<br />dan<br />kedaulatan yang miskin<br /><br /><br />Bogor, Mei 2008.</div>Cecep BMhttp://www.blogger.com/profile/02068024280667521002noreply@blogger.com0